-->

Gua Binsari Sumberker Butuh Perhatian dan Pembenahan

SUMBERKER (BIAK NUMFOR) - Sunyi, hening dan tak banyak suara. Demikian kesan pertama ketika melangkahkan kaki menuruni ratusan anak tangga berpagar kayu menuju ke dalam Gua Binsari. Sore itu, tidak terlihat seorang wisatawan yang mengunjungi tempat yang dikenal dengan nama Gua Jepang berlokasi di kampung Sumberker, Kabupaten Biak Numfor.

Saat tiba pada anak tangga terakhir, sebuah ruang yang cukup besar dan berwarna gelap karena tidak diterpa sinar matahari ditemui. Ruang ini terhubung dengan sejumlah ruang lain yang cukup besar dan terang.

Seperti gua pada umumnya, gua alam yang terbentuk secara alami oleh pembentukan lubang aliran air dalam waktu yang lama ini juga dikeliling dinding batu yang kokoh. Langit-langitnya dipenuhi stalaktit yakni sejenis mineral sekunder yang menggantung di langit gua dan meneteskan titik-titik air yang basah. Menambah rasa sunyi tempat ini.

Kesunyian masih tetap terasa, meskipun empat pasang kaki manusia bergegas, bergerak dan  menapaki setiap lorong dalam gua ini, untuk mengabadikan semua sudut yang tersisa dari tempat bersejarah ini.

Bersejarah, karena tempat ini disebutkan pernah menjadi tempat perlindungan, tempat penyimpanan senjata,dan lokasi pertahanan tentara Jepang pada masa perang dunia kedua, sekitar tahun 1943-1944.

Mengingat ribuan tentara Jepang pernah bemukim, hidup dan beraktivitas  di dalam gua yang disebutkan memiliki panjang sekitar 3 km karena tembus ke pantai Paray, di kampung Paray, tentunya tidak sesunyi ini suasananya dimasa itu.

Di tempat ini, membayangkan pernah ada rapat perencanaan strategi perang, rapat koordinasi pertahanan, suara perintah atau komando melakukan pertempuran untuk menghancurkan tentara Amerika Serikat dalam perang dunia kedua pada masa itu.

Namun sejarah di gua ini menyisakan cerita, bahwa pada tanggal 7 Juli 1944, pasukan Amerika Serikat di bawah pimpinan Mc Arthur telah menyerang lokasi ini. Bom dengan dentuman yang sangat keras jatuh menembus langit gua, diiringi beberapa drum bahan bakar yang ditembak dengan api dari udara. Ledakan dahsyat dengan kobaran api yang terjadi saat itu telah menewaskan ribuan tentara Jepang yang berlindung di gua ini. Mereka terkubur dan tewas seketika. Konon sebagian jasadnya masih tertimbun dalam tanah di gua tersebut.

Dan sunyi kembali terasa, ketika membayangkan bahwa kejadian itu telah terjadi ratusan tahun lalu. Bukti dari peristiwa ini hanya dapat dilihat dari sebuah lubang yang sangat besar diatas gua. Lubang yang sebagian lingkarannya dipenuhi akar pohon yang menjuntai ke bawah yang membawa cerahnya sinar matahari, menjadikan ruangan ini cukup terang disiang hari.

Lubang bersejarah ini membuat tempat ini menjadi tampak lebih indah. Karena di bagian bawahnya banyak ditumbuhi pohon dan rerumputan hijau yang kerap menerima air hujan dan sinar matahari. Terlihat batu-batu besar yang terbaring diam disebuah sisi gua. Beberapa drum tua berwarna coklat berkarat juga terlihat diam. Juga banyaknya akar-akar pohon yang besar dan kecil terlihat merambat dan menempel pada dinding-dinding gua.

Masih terasa sunyi, ketika mendapati tidak ada pemandu yang hadir menemani pengunjung untuk menjelaskan sejarah yang pernah terjadi gua ini.  “Tempatnya bagus, tetapi tidak ada pemandunya,” kata Oto Mandowen, salah satu warga Biak yang mengunjungi goa ini dengan membawa seorang temanya.

Jasad yang “Diambil”


Dan sunyi juga tentu akan terus tercipta, jika setiap tahun jasad berupa tengkorak tentara Jepang yang terkubur di dalam tanah gua ini, terus digali, dibakar, kemudian abunya dibawa pulang oleh keluarganya dengan bantuan pemerintah Jepang.

 “Jika jasad-jasad itu habis dibawa pulang oleh keluarga tentara Jepang, nantinya tidak akan ada warga Jepang lagi yang mau berkunjung ke tempat ini. Pemerintah semestinya tidak membiarkan hal itu dilakukan, agar sejarah tempat ini terus hidup dan wisatawan dari Jepang tetap mau mengunjungi tempat ini karena jasad keluarga mereka ada disini,” kata Tomi Mambrasar, salah satu warga Biak.

Selain gua, tempat ini memiliki satu ruang bangunan tua berisi benda-benda bersejarah berupa peta, pakaian, aksesoris, dan peralatan serta bekas perlengkapan perang tentara Jepang serta foto-foto prosesi pembakaran tengkorak tentara Jepang yang dilakukan keluarganya. Namun semuanya terkesan belum ditempatkan secara istimewa.

Sementara dihalaman yang luas, ada meriam, senjata, peluru, granat, serta baling-baling helikopter tua sisa peninggalan tentara Jepang. Juga sebuah ruang kecil tempat penyimpanan tengkorak. Terkesan tempat ini belum dipercantik dengan sejumlah data dan keterangan yang banyak untuk mengundang lebih banyak wisatawan mancanegara.

Yusuf Rumaropen, pengelola dan pengawas situs gua binsari ini menyebutkan obyek wisata ini  dibuka setiap hari mulai pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore. “Sedikitnya ada 10 hingga 20 wisatawan yang mengunjungi tempat ini setiap hari,” kata Yusuf yang ditemui awal bulan Juni di lokasi situs Gua Binsari yang menyimpan kisah sejarah perang dunia ke-2 ini.

 Ia mengatakan prosesi pembakaran kerangka tentara Jepang memang masih terjadi. Kerangka mereka tersebut masih dikumpulkan, dikremasi kemudian abunya dibawa kembali keluarganya ke Jepang.

Melewati sore di Gua Binsari. Membawa sunyi yang penuh harap semoga ada pembenahan yang lebih baik untuk situs yang menyimpan sejarah masa silam ini.

Situs Goa Binsari ini merupakan benteng pertahanan tentara jepang pada perang dunia ke 2 di distrik Biak Kota kabupaten Biak Numfor. Situs ini dilindungi UU nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. [PapuaPos]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah