-->

Kabupaten Boven Digoel

Kabupaten Boven Digoel
Penjara tanpa bilik, begitu orang dulu katakan untuk menggambarkan kondisi Boven Digoel yang sepi dan memberi cekaman kebosanan bagi mereka yang pergi kesana. Saking sepi dan mencekamnya, Bung Hatta saat pertama kali dibuang ke Boven Digoel, tepatnya pada 20 Januari 1934 menulis,”Kemana kita dibawa oleh nasib, kemana kita dibuang oleh yang berkuasa, tiap-tiap bidang tanah dalam Indonesia ini, itulah juga Tanah Air kita. Di atas segala lapangan Tanah Air aku hidup, aku gembira. Dan di mana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang tersimpan dalam dadaku.”

Sejarah wilayah Boven Digoel memang tak bisa dilepaskan dari kolonialisasi Hindia Belanda di Indonesia. Nama Boven Digoel sendiri berarti; Digoel bagian atas atau hulu ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Sungai Digoel di Papua bagian Selatan. Mulanya, Boven Digoel dibangun pata tahun 1927 sebagai tempat pembuangan dalam negeri atau interneeringskamp bagi tokoh-tokoh bumi putera yang dianggap berbahaya bagi pemerintah Hindia Belanda. Tokoh-tokoh pergerakan yang pernah dibuang ke Boven Digoel antara lain; Sayuti Melik (1927-1938), Hatta (1935-1936), Sutan Sjahrir dan Muchtar Lutfi, Ilyas Yacub (tokoh PERMI dan PSII Minangkabau), serta Mas Marco Kartodikromo yang wafat dan dimakamkan di Digoel pada tahun 1935.

Pedalaman Digoel sangat sulit ditembus. Satu-satunya moda transportasi yang bisa menjangkau tempat tersebut saat itu hanya kapal. Dibutuhkan waktu berhari-hari untuk mencapai Tanah Merah, yang jaraknya sekitar 500 kilometer dari muara sungai Digoel di Laut Arafura.

Begitu kapal putih merapat di Dermaga Tanah Merah, siapa pun harus bersiap menghadapi ancaman mematikan hutan Papua, baik ancaman malaria ataupun hewan buas. Tercatat nama Ali Archam, digoelis (sebuatan untuk orang buangan di Digoel) yang diasingkan di Tanah Tinggi, Boven Digoel, sekitar 40 kilometer di atas Tanah Merah, meninggal akibat serangan malaria.

Awalnya, wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Merauke. Namun berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2002, Boven Digoel kemudian menjadi kabupaten tersendiri. Di awal pemekaran, Kabupaten Digoel memiliki 6 distrik dan 88 kampung. Tapi kemudian tahun 2006 mengalami pemekaran menjadi 15 distrik berdasarkan SK Mendagri Nomor 25 tahun 2005. Kemudian, pada tahun 2008 keluarlah Peraturan Daerah No.11 tahun 2008 tentang Pembentukan Distrik dan No.13 tahun 2008 tentang Pembentukan Kampung, sehingga pada tahun 2009 jumlah distrik di Kabupaten Boven Digoel menjadi 20 distrik dan 112 kampung. Terkait dipilihnya nama Kabupaten Digoel, sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dua nama yaitu Kabupaten Sokanggo dan Kabupaten Boven Digoel. Nama Kabupaten Sokanggo tidak banyak mendapat perhatian, karena sesuai dengan arti katanya yaitu tanah yang berwarna merah, yang mengindikasikan bahwa Kabupaten Sokanggo nantinya diperuntukkan bagi penduduk Tanah Merah. Sementara nama Kabupaten Boven Digoel mendapat perhatian dan tanggapan yang serius dari sebagian besar penduduk Boven Digoel.

Dalam mitos suku-suku tua di pedalaman Papua ada yang dikenal sebagai TUMOLOP (Sang Gaib atau Tuhan Allah). Bagi Suku Wambon, Tumolop adalah Dewa mereka. Dialah yang menurunkan puteranya dalam wujud rupa tak dapat dijelaskan secara realistis. Makhluk putra Sang Tumolop ini disebut Beten, yang menjadi cikal bakal aneka etnik besar dari rimba belantara Papua, tetapi kemudian telah menyebar ke berbagai penjuru Tanah Papua.

Legenda teologis masyarakat Wambon dan juga Awuyu ini hampir mirip dengan prosesi Taurat hingga Injil dalam keyakinan kaum Nasrani. Bahwa mulanya adalah firman, dan firman itulah Allah yang menjadikan langit, bumi beserta isinya.

Suku Wambon merupakan suku terbesar di Boven Digoel. Secara etimologis, istilah Wambon merupakan nama awal yang menjadi personifikasi orang Wambon. Sementara suku terbesar kedua adalah Suku Muyu. Suku inilah yang memiliki peran strategis dalam sejumlah aktivitas masyarakat. Mereka jualah yang pertama kali menerima misi pencerahan dari para misionaris. Berbeda dengan Suku Wambon yang merupakan peramu konsumtif, Suku Muyu merupakan suku peramu sumatif. Mereka menerima apa saja sesuai hasil yang ada. Kebudayaan Suku Muyu adalah kebudayaan petani.

Meski agak terisolasi, Boven Digoel merupakan daerah yang cukup berkembang. Pembangunan infrastruktur berjalan meski agak lamban.

Kondisi Geografis

Secara geografis, Kabupaten Boven Digoel terletak diantara 139090’-1410Bujur Timur dan 4098’-7010’ Lintang Selatan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merauke, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan di sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea. Luas wilayah Kabupaten Boven Digoel mencapai 27.108,29 km2. Setelah dimekarkan menjadi 20 distrik, Distrik Jair merupakan distrik yang terluas mencapai 3.061,73 km2(11,29 %). Distrik Mandobo berada pada posisi kedua dengan luas wilayah tercatat 2.699,52 km2(9,96 %). Distrik Ninati merupakan distrik dengan luas wilayah yang paling kecil, yaitu mencapai 287,07 km2(1,06%). Seluruh wilayah Kabupaten Boven Digoel merupakan daerah yang tidak termasuk daerah pesisir dan juga daerah pegunungan, melainkan daerah yang berbukit-bukit di lokasi hamparan dengan kemiringan antara 0 sampai 15 derajat. Jumlah curah hujan (dalam sebulan) tertinggi terjadi pada bulan Mei mencapai 810 mm dan yang terendah terjadi pada bulan Oktober mencapai 136 mm. Sehingga tahun 2014, rata-rata jumlah curah hujan sebesar 353,9 mm setiap bulannya dan jumlah hari hujan dalam setahun sebanyak 223 hari. Suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Februari yakni mencapai 32,50C dan suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Januari yakni mencapai 22,40C. Sehingga rata-rata suhu udara untuk tahun 2014 mencapai 27,450C. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 77 persen sampai 89 persen. Sedangkan rata-rata penyinaran matahari setiap bulan pada tahun 2014 berkisar antara 18,9 persen sampai 62,0 persen. Rata-rata kecepatan angin yang terjadi di Kabupaten Boven Digoel pada tahun 2014 mencapai 4,0 mls.

Topografi dan Iklim

Kabupaten Boven Digoel merupakan zona inter-tropikal dan mempunyai tipe iklim monsonal, artinya fluktuasi curah hujan dipengaruhi oleh pergerakan angin muson. Wilayah Kabupaten Boven Digoel dibagi dalam beberapa zona agroklimat, yakni di sebelah Selatan meliputi Distrik Jair dengan rata-rata curah hujan pertahun antara 2.000 sampai dengan 3.000 mm per tahun. Sedangkan di sebelah utara meliputi sebagian Distrik Mandobo, Mindiptana, Waropko, Kouh dan Bomakia memiliki curah hujan rata-rata antara 3.000 – 4.000 mm per tahun dan semakin ke utara di sepanjang kaki pegunungan Jayawijaya curah hujan rata-rata antara 4.000 – 6.000 mm per tahun. Kelembaban udara cukup tinggi dengan tingkat kelembaban udara rata-rata berkisar antara 81 sampai dengan 86%. Suhu udara rata-rata berkisar antara 20° sampai dengan 27° C. Curah hujan rata-rata bulanan mencapai 348 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 15 hari.

Kependudukan

Merujuk data yang ditampilkan Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Boven Digoel, penduduk Kabupaten ini pada tahun 2013 mencapai 66.832 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebesar 35.724 jiwa dan perempuan sebesar 31.108 jiwa. Sedangkan jumlah rumah tangga mencapai sebesar 18.990 ruta, sehingga rata- rata penduduk per rumah tangga adalah 3 sampai 4 jiwa. Rasio Jenis Kelamin pada Kabupaten Boven Digoel sebesar 114,84 yang artinya dari 115 laki-laki terdapat 100 perempuan. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Boven Digoel mencapai 2,47 jiwa per km2, dimana kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Distrik Mindiptana dengan tingkat kepadatan mencapai 10,07 jiwa per km2, diikuti oleh Distrik Mandobo dengan tingkat kepadatan sebesar 8,34 jiwa per km2. Sedangkan tingkat kepadatan terendah terdapat di Distrik Kombay mencapai 0,26 jiwa per km2.

Orang Asli Papua (OAP)

Meski terbilang Kabupaten baru, namun Boven Digoel sangat heterogen. Di luar tiga suku besar Papua, yaitu Mandobo, Muyu, dan Auyu, terselip suku-suku asli Papua yang datang dari luar Boven Digoel dan pendatang dari pulau lain. Para leluhur mewariskan sebagian besar tanah ulayat di Tanah Merah. Jika suku Mandobo menguasai sebagian besar tanah adat di ibu kota kabupaten, orang-orang suku Muyu menduduki mayoritas posisi penting dalam struktur birokrasi Boven Digoel. Dari lebih kurang 1.800 pegawai negeri sipil di Boven Digoel, sekitar 45 persennya dari suku Muyu, sekitar 15 persen dari suku Mandobo, dan sisanya dibagi-bagi, seperti Biak, Asmat, Serui, Maluku, Kei, Toraja, Batak, Aceh, Minahasa, Bugis, Buton, dan Jawa. Komposisi para pegawai yang lebih dari separuhnya merupakan orang-orang asli Papua tersebut sekaligus menunjukkan bahwa di sanalah sesungguhnya orientasi pekerjaan penduduk asli. Sebaliknya, sejak kabupaten berdiri dua tahun lalu, para pendatang terus membanjir mengisi kekosongan di sektor informal. Jumlah Orang Asli Papua di Kabupaten Boven Digoel adalah 37.187 Jiwa.

Kemiskinan

Persentase penduduk miskin di Kabupaten Boven Digoel sebesar 19, 50 % pada tahun 2015. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional mengalami penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Boven Digoel dari tahun 2011 yang berjumlah25, 81 %. Saat ini, masyarakat pemilik hak ulayat dan pemerintah Boven Digoel tengah mendorong investasi yang bertujuan menyejahterakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Boven Digoel sangatlah minim. PAD yang tebesar di Kabupaten Boven Digoel adalah berasal dari retribusi dan pajak. Sebagian besar Pertumbuhan ekonomi adalah berasal dari dana DAU. Mengunjungi Boven Digoel, terutama Tanah Merah saat ini seperti menyaksikan metamorfose sebuah kawasan distrik menjadi ibu kota kabupaten. Kios-kios kelontong berisi barang-barang konsumsi, pakaian jadi, alat-alat elektronik, warung makan, hingga telepon seluler berikut aksesorinya. Mayoritas penduduk asli Papua yang berdagang, baik yang secara turun-temurun tinggal di Boven Digoel maupun pendatang dari kabupaten lain, menempati kios sederhana atau menggelar dagangannya. Jenis yang dijual pun umumnya lebih sederhana, berupa hasil bumi seperti aneka sayur-mayur dan buah-buahan yang mereka petik dari kebun dan hutan.Sedangkan para pedagang pendatang biasanya lebih agresif. Mereka secara khusus mendatangkan barang dagangan langsung dari Merauke, Makassar, bahkan Surabaya.

Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat capaian pembangunan manusia disuatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah. IPM Kabupaten Boven Digoel tahun 2015 meningkat dimana Kabupaten Boven Digoel merupakan sektor pertanian yang sangat besar, sehingga lapangan pekerjaan baik di dalam Pemerintahan dan sektor Swasta meningkat dengan nilai 89,23 %.

Pendidikan

Pendidikan menjadi salah satu program utama Kabupaten Boven Digoel selama ini. Ini terlihat dari jumlah sekolah yang ada di Boven Digoel. Untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar, terdapat 85 sekolah, diantaranya 38 sekolah yang berstatus negeri dan 47 sekolah yang berstatus swasta. Untuk Sekolah Dasar yang berstatus negeri, rasio murid terhadap jumlah sekolah mencapai 146 murid per sekolahnya, rasio murid terhadap jumlah ruang belajar yang tersedia sebesar 19 murid dan rasio murid terhadap guru tercatat 18 orang. Artinya, seorang guru menangani/mendidik 18 murid. Sedangkan untuk Sekolah Dasar yang berstatus swasta, rasio murid terhadap jumlah sekolah mencapai 103 murid per sekolahnya, rasio murid terhadap jumlah ruang belajar sebesar 17 murid dan rasio murid terhadap jumlah guru mencapai 20 murid.Untuk jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), terdapat jumlah sekolah sebanyak 11, diantaranya 8 sekolah yang berstatus negeri dan 3 sekolah yang berstatus swasta. Untuk SLTP yang berstatus negeri, rasio murid terhadap jumlah sekolah mencapai 235 murid per sekolahnya, rasio murid terhadap jumlah ruang belajar yang tersedia sebesar 28 murid dan rasio murid terhadap guru tercatat 13 murid yang artinya sseorang guru menangani/mendidik 13 murid. Sedangkan untuk SLTP yang berstatus swasta, rasio murid terhadap jumlah sekolah mencapai 117 murid per sekolahnya, rasio murid terhadap jumlah ruang belajar sebesar 27 murid dan rasio murid terhadap jumlah guru mencapai 11 murid. Sementara untuk jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), terdapat 2 SMU diantaranya 1 sekolah yang berstatus negeri dan 1 sekolah yang berstatus swasta, dan terdapat 3 SMK yang berstatus negeri. Rasio murid terhadap jumlah sekolah mencapai 202 murid per sekolahnya, rasio murid terhadap jumlah ruang belajar sebesar 27 murid dan rasio murid terhadap jumlah guru mencapai 8.

Kesehatan

Pada tahun 2013, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Boven Digoel mulai beroperasi, sehingga terdapat 2 rumah sakit di kabupaten ini dimana salah satunya adalah rumah sakit bergerak yang terdapat di Distrik Mindiptana. Dari 20 (dua puluh) distrik yang ada di Kabupaten Boven Digoel, terdapat 5 (lima) distrik yang mempunyai Puskesmas Perawatan. Puskesmas ada sebanyak 15 unit yang tersebar di semua distrik, dan Puskesmas Pembantu sebanyak 17 unit yang tersebar di 9 distrik. Sarana Kesehatan berupa Balai Pengobatan yang dimiliki oleh swasta sebanyak 4 unit. Puskesmas keliling juga tersebar pada hampir seluruh distrik, baik puskesmas keliling roda empat, roda dua, maupun speed boat tergantung medan distriknya. Tenaga kesehatan seperti dokter ada sebanyak 10 orang dokter umum dan 2 orang dokter gigi. Jumlah bidan mencapai 88 orang, sedangkan jumlah perawat. mencapai 159 orang yang tersebar di semua distrik. Tenaga kesehatan lainnya yang terdapat di Kabupaten Boven Digoel yakni tenaga asisten apoteker sebanyak 5 orang, ahli Sanitarian sebanyak 4 orang dan analis kesehatan sebanyak 8 orang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel, bahwa jumlah penderita penyakit pada tahun 2013 mencapai 68.605 orang. Dimana penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit saluran pernafasan sebanyak 36.738 orang atau 53,55 persen dari total penderita, serta paling banyak penderita terdapat di distrik Jair yakni sebanyak 12.448 orang atau 33,88 persen. Kemudian diikuti oleh penyakit kulit dengan jumlah penderita mencapai 8.959 orang atau sebesar 13,06 persen.

Pertanian

Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Kabupaten Boven Digoel. Sektor ini berperan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan masyarakat Boven Digoel seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2015, produksi tanaman sayuran mencapai 1.188 kwintal. Produksi cabe rawit menempati urutan pertama, produksinya sebesar 452 kwintal. Selain itu, beberapa tanaman sayuran lainnya yang dihasilkan di Kabupaten Boven Digoel diantaranya kangkung, ketimun dan terung.
Kehutanan

Kabupaten Boven Digoel juga memiliki area hutan dengan berbagai pemanfaatan. Pemanfaatan hasil hutan antara lain berupa kayu bulat, kayu gergajian, dan kayu lapis.

Peternakan

Selain subsektor tanaman pertanian dan perkebunan, peternakan juga merupakan subsektor yang memiliki peranan penting di Kabupaten Boven Digoel. Hal ini didorong dengan adanya ketersediaan rumput sebagai pakan ternak yang mencukupi di kabupaten ini. Ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat Boven Digoel antara lain sapi potong, kambing, dan babi. Pada 2015 jumlah sapi tercatat sebanyak 584 ekor. Dinas pertanian, peternakan dan perikanan Kabupaten Boven Digoel mencatat pada tahun 2015 jumlah ternak kambing mencapai 1.429 ekor. Ternak ayam pedaging tercatat sebanyak 7.000 ekor dan ayam petelur sebanyak 5.453 ekor pada tahun 2015.

Perikanan

Para petani di Kabupaten Boven Digoel juga mengembangkan usaha perikanan darat dengan menggunakan kolam sebagai sarananya. Jumlah produksi perikanan yang dihasilkan dari usaha kolam ini mencapai 15,72 ton di tahun 2015.

Pariwisata

Di masa Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel, yang dikenal dengan sebutan Digoel Atas, merupakan lokasi pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Lokasi ini terletak di tepi Sungai Digoel Hilir, Tanah Papua bagian selatan. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 4, disebutkan, Digoel disiapkan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menampung tawanan pemberontakan November 1926. Boven Digoel kemudian digunakan sebagai lokasi pembuangan pemimpin-pemimpin nasional. Jumlahnya hingga sekitar 1.308 orang. Kini, lokasi pengasingan Boven Digoel tak lagi seperti dulu. Telah banyak perubahan yang terjadi, Digoel tak lagi dikenal sebagai tempat mencekam untuk pengasingan, melainkan lebih dikenal sebagai Kota Sejarah di Ujung Timur Papua. Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, Papua, saat ini tengah berupaya mengembangkan potensi wisata sejarah penjara Bung Hatta dan para tokoh pergerakan nasional lain yang dibangun Pemerintah Belanda 1927. Bangunan penjara yang kokoh berdiri di kawasan ibu kota itu memiliki nilai sejarah bangsa Indonesia karena pernah menjadi tempat penahanan Bung Hatta, Wakil Presiden Indonesia pertama.

Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Boven Digoel juga akan membangun perpustakaan Bung Hatta di sekitar Penjara Digoel dan dijadikan pusat kajian Bung Hatta. Di daerah lain, tempat pengasingan Bung Hatta mungkin ada, tapi kalau bicara yang besar ada di Digoel. Pengembangan wisata penjara zaman kolonial ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengenal sejarah bangsa Indonesia. Karena penjara itu, salah satu awal menuju kemerdekaan Indonesia dengan karya-karya tulisan Bung Hatta. Di Boven Digoel, wisatawan juga dapat menikmati keindahan dan eksotisme burung Cendrawasih kaisar (Paradisaea guilielmi) dan Suku Korowai, suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun lalu di pedalaman Papua. Suku terasing ini hingga sekarang hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut rumah tinggi. Selain itu, Pemkab berencana pula menggelar Pesta Budaya Sungai Digoel di Tanah Merah, Boven Digoel. Kota Sejarah Boven Digoel sebetulnya bukan untuk kegiatan mass tourism, tetapi diperuntukkan bagi para wisatawan yang memiliki minat khusus, seperti alam dan budaya.

Transportasi

Transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Sehingga diharapkan dengan adanya ketersediaan sistem transportasi ini dapat menunjang berbagai aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Pada umumnya daerah-daerah yang memiliki jaringan angkutan darat sebagai sarana yang menghubungkan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang terisolir. Sarana transportasi di Kabupaten Boven Digoel cukup beragam. Sebagian wilayah telah dapat diakses melalui jalan darat. Namun beberapa daerah untuk mencapainya harus menggunakan speedboat/perahu/katingting (perahu bermesin) bahkan menggunakan pesawat/helicopter. Sementara itu, wilayah di Kabupaten Boven Digoel yang sudah dapat terakses jalur darat telah terhubung melalui jalan dengan permukaan jalan berbagai tipe.

Selain akses jalan yang sedang mengalami perbaikan, sarana telekomunikasi di Kabupaten Boven Digoel masih mengalami keterbatasan di beberapa wilayah, khususnya daerah terpencil. Kantor pos sebagai salah satu sarana telekomunikasi baru terdapat di 3 distrik, yaitu kantor pos di Distrik Jair, Mindiptana dan di Distrik Mandobo.

Energi & Air Bersih

Sumber penerangan di Kabupaten Boven Digoel sebagian besar berasal dari pelita. Namun, sebagian lainnya sudah memakai listrik dengan jumlah kenaikan dari tahun 2013 jumlah pelanggan listrik berjumlah 109 dan di Tahun 2015 naik berjumlah 124.

Untuk infrastruktur dasar lainnya terkait kebutuhan air minum, bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) guna pembangunan penyediaan air minum di Distrik Mindiptana dan Distrik Jair telah di bangun pada tahun 2014.

Pendapatan DOMESTIK Regional BRUTO (PDRB)

Struktur perekonomian Kabupaten Boven Digoel relatif sama dalam beberapa tahun terakhir. Dimana sumbangan terbesar pada struktur ekonominya disumbangkan dari usaha Industri Pengolahan (sebesar 26,36 persen), lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (sebesar 26,13 persen), lapangan usaha Konstruksi (sebesar 23,35 persen) dan lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (sebesar 9,72 persen). Sementara untuk sumbangan dari lapangan usaha lainnya berada di bawah lima persen.

Dari adanya pertumbuhan dari beberapa lapangan usaha tersebut, Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Kabupaten Digoel pun pada tahun 2014 mencapai 3.184 miliar rupiah. Nilai PDRB ini mengalami peningkatan sebesar 11,27 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2013 nilai tambah yang dihasilkan mencapai 2.862 miliar rupiah.

Sementara untuk nilai Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) atas dasar harga konstan pada tahun 2014 mencapai 2.694 miliar rupiah. Nilai ini mengalami peningkatan sebesar 5,32 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dimana nilai tambah atas dasar harga berlaku pada tahun tersebut mencapai 2.558 miliar rupiah.