-->

Masih Ada Stigmatisasi Atas Perjuangan Masyarakat Adat Papua

KOTA JAYAPURA - Dewan Adat Papua (DAP) dan koalisi masyarakat sipil Papua menilai masih ada beberapa ketimpangan dalam tataran implementasi yang berkaitan langsung dengan penghargaan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat Papua.

"Masih ada stigmatisasi terhadap perjuangan masyarakat adat Papua bagi penegakan, penghargaan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat," kata sekertaris DAP Leonard Imbiri di Jayapura, Minggu (11/08/2013).

Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional yang diperingati tiap 9 Agustus, namun di beberapa tempat di Papua baru diperingati pada Sabtu, 10 Agustus 2013.

Menurut Leonard, pihaknya mencatat beberapa ketimpangan itu diantaranya proses politisasi perjuangan masyarakat adat Papua dengan pemberian 'stigmatisasi' telah melemahkan perjuangan penegakan hak-hak dasar masyarakat adat Papua.

Sehingga hal ini nampak pada masyarakat adat Papua yang makin mengalami kehilangan atas tanah hak ulayat dan sumber daya alamnya. "Struktur dan nilai-nilai adat makin terdegradasi dengan penciptaan struktur baru yang tidak menghargai mekanisme internal masyarakat adat yang memperkuat adat tersebut," katanya.

Leonard juga sampaikan DAP dan koalisi masyarakat sipil Papua menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada beberapa Kabupaten yang telah mendorong lahirnya Peraturan Daerah tentang Pelarangan Penjualan Tanah Adat dan mendesak perusahan nasional dan multinasional, lembaga donor dan pemerintah untuk menggunakan mekanisme Free Prior and Informed Consent (FPIC) dalam kebijakan pembangunan di Tanah Papua. Mendesak lembaga-lembaga PBB yang bekerja di Tanah Papua untuk terlibat aktif dalam perayaan Hari bangsa Pribumi 2013 dan mengambil inisiatif dalam perjuangan penghormatan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Papua.

"Kami juga mendukung dan mendorong agar semakin banyak aturan atau Perda yang lebih berpihak kepada perlindungan masyarakat adat. Dan terima kasih kepada daerah-daerah yang terlebih dahulu mengemukakan itu dan telah membuatnya dalam regulasi yang jelas," katanya.

Lebih lanjut, Leonard katakan jika DAP dan koalisi masyarakat sipil Papua secara khusus mencatat bahwa Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) adalah salah satu contoh program negara yang telah mampu memarjinalkan masyarakat adat Marind dari aset budaya. Dimana pelaksanaan proyek-proyel tersebut dilakukan atas nama pembangunan bangsa tanpa melalui proses-proses yang menghargai dan mengakui masyarakat adat Marind yang adalah pemilik sah wilayah adat tersebut.

Dan juga proyek itu tidak memperhitungkan ruang hidup masyarakat adat dalam penetapan tata ruang wilayah yang ada serta menjamin keberlangsungan pemanfaatan makanan lokal sebagai salah satu modal ketahanan pangan lokal dan pangan nasional. "Program ini juga merupakan satu proyek yang bertentangan dengan kampanye menjadikan hutan Papua sebagai salah satu hutan tropis yang memberi kontribusi pada pengurangan emisi dunia," katanya.

Berdasarkan literatur yang didapatkan Antara, Hari Bangsa Pribumi Internasional, 9 Agustus, dan pertama kali diumumkan oleh Sidang Umum PBB pada 1994 dan dirayakan disetiap tahun selama dekade internasional pertama Bangsa Pribumi se-dunia (1995-2004). Pada 2004, Sidang Umum PBB mengumumkan Dekade Internasional Kedua Bangsa Pribumi, dari 2005-2014, dengan tema "Dekade Bagi Aksi dan Martabat" Pada 2013,tema perayaannya adalah "Bangsa Pribumi Membangun Aliansi: Menghormati Perjanjian, Kesepakatan dan Pengaturan Konstruktif lainnya".

"Perayaan Hari Bangsa Pribumi paeda 2013 diharapkan mampu menolong kita untuk menata diri dan membangun masa depan Papua yang lebih baik," pungkasnya.[Antara/PapuaPos| Umaginews]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah