-->

Advokat dan Pembela HAM (HRD) Rentan Ancaman Teror dan Intimidasi

KOTA JAYAPURA – Advokat dan Pembela HAM (HRD) sangat rentan terhadap ancaman berbentuk teror, intimidasi maupun ancaman fisik secara langsung akibat pekerjaanya sehari-hari.

Sejak 16 hingga 17 Februari 2015, diselenggarakan Diskusi Kelompok Terfokus (Focuss Group Discussion/FGD) dengan topik upaya membangun Sistem Perlindungan bagi para Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defenders) di Tanah Papua.

“Advokat dan Pembela HAM memandang sangat penting dan mendesak untuk segera membentuk jaringan untuk melindungi diri dan kerja mereka di seluruh Tanah Papua,|” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Yan Christian Warinussy, Selasa (17/2/2015) di Sorong.

Jaringan kerjasama untuk Perlindungan Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua tersebut berkedudukan di Kantor LP3BH Manokwari dengan 4 (empat) orang Kontak Person yang berkedudukan di Manokwari, Fakfak, Sorong dan Jayapura.

“Mereka bertugas mengkoordinasikan sejumlah rencana tindak lanjut berbentuk rencana aksi dan program strategis dari jaringan ini lebih lanjut,” ujarnya

FGD ini dihadiri sejumlah advokat yang selama ini telah terlibat dalam menangani kasus/perkara yang berdimensi pelanggaran hak asasi manusia dalam arti seluas-luasnya serta beberapa pembela hak asasi manusia dari Fakfak, Sorong, Jayapura dan Manokwari.

Advokat dan pembela HAM di Tanah Papua menyadari sungguh bahwa tingkat ancaman terhadap diri mereka beserta klien, keluarga bahkan kerja-kerjanya selama ini senantiasa menunjukkan grafik yang sangat meningkat.

Berbagai bentuk adanya ancaman secara fisik yang sudah pernah dialami oleh beberapa advokat di Tanah Papua seperti Advokat Helena Olga Hamadi yang pernah diancam oleh sejumlah orang saat dia sedang menjalankan tugas dalam membela sebuah perkara pra peradilan terhadap Kapolres Jayawijaya di Pengadilan Negeri Wamena tahun 2013 lalu.

Advokat Eliezer Murafer yang seringkali harus mengalami tekanan dan ancaman secara fisik, saat sedang menangani perkara pidana makar di Timika dan Serui pada tahun 2013 hingga 2014.

Advokat Latifah Anum Siregar yang juga adalah Direktris  Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), sebuah organisasi masyarakat sipil yang berkedudukan di Jayapura. Anum sudah mengalami serangan secara fisik dari orang yang tidak dikenalnya dengan cara dirampas tasnya dan sempat ditikam dengan sebilah pisau mengenai tangan kirinya yang harus mengalami bedah syaraf dan tulang sebanyak dua kali.

Demikian halnya Advokat Damus Usmany di Sorong yang juga mengalami serangan secara fisik dari orang-orang tidak dikenalnya bahkan dipersulit dalam setiap kegiatan praktek hukumnya oleh sesama advokat dari organisasi profesi lainnya yang “berkolusi” dengan aparat penegak hukum lainnya dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan setempat.

Kasus “kriminalisasi” terhadap pekerjaan para advokat yang seringkali menangani kasus/perkara berdimensi HAM masih terus terjadi, seperti yang dialami Advokat Gustav Kawer di Jayapura tahun 2014 dan juga Advokat Simon Banundi di Manokwari pada tahun 2010. [Jubi]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah