-->

75 aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Ditangkap Saat Aksi Damai

KOTA JAYAPURA - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada Kamis (28/5) menggelar aksi serentak guna menyambut bebasnya 5 tahanan politik oleh Presiden Jokowi pada pekan lalu dan tuntutan pembukaan demokrasi di Papua secara nyata. Aksi ini ditanggapi kepolisian dengan menangkap puluhan pengunjuk rasa di berbagai kota Papua.

Ini merupakan unjukrasa ketiga setelah dilakukan pada tanggal 20 dan 21 Mei lalu, dari 2 aksi sebelumnya berbuah penangkapan di beberapa daerah seperti di Manokwari, tujuh orang di antaranya masih ditahan dan dikenakan status tersangka.

Kali ini aksi unjuk rasa di Jayapura yang dipusatkan di gerbang Universitas Cenderawasih, Waena alami kericuhan yang terjadi dengan aksi lempar batu. Mengenai hal ini, Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo mengatakan bahwa itu provokasi yang dilakukan pihak lain.

Ia bersikukuh, massa KNPB berunjuk rasa dengan damai dan “bermartabat.” Ia mengaku, KNPB menggalang unjuk rasa serentak di berbagai kota, termasuk Jayapura, Wamena, Nabire dan Timika.

Menurutnya, polisi telah menangkap 73 orang aktivis mereka yang melakukan aksi damai serentak tersebut, 46 di Jayapura, 25 di Wamena dan dua orang di Nabire. Sementara di Timika, meski merupakan aksi dengan pesertanya paling banyak, namun tak ada yang ditangkap.

Menurut Victor, unjuk rasa KNPB ini digelar untuk menindak lanjuti kebijakan baru presiden Jokowi tentang Papua.

“Pertama, kami meminta agar wartawan asing benar-benar dibebaskan datang meliput ke Papua, kedua agar dibuka ruang demokrasi di Papua dan bagi rakyat Papua,” ungkapnya.

Pernyataan Jokowi tentang dibukanya Papua bagi jurnalis asing, kata Victor, masih sebatas wacana,  sebab kondisi di lapangan, berbeda dengan pernyataan yang diungkapkan dimedia massa.

Buktinya Menko Polhukkam mengatakan para jurnalis itu kalau datang akan diawasi BIN. Jadi mereka sebenarnya tidak bebas dan hal itu sama saja seperti penerapan aturan yang melarang jurnalis asing masuk ke Papua.

Selain itu pihaknya mempertanyakan pembebasan 5 tahanan yang dinilai hanya simbolis semata.

“Kebijakan baru Jokowi lainnya, pembebasan para tahanan politik yang lima orang waktu itu, harus diikuti pembebasan tapol lainnya dan diikuti juga dengan dibukanya ruang demokrasi bagi rakyat Papua," tambah Victor lagi.

Itu berarti, katanya, seharusnya rakyat Papua bisa berunjuk rasa dengan leluasa, tanpa harus berbuntut dengan penangkapan.

Beberapa pekan setelah Presiden Jokowi membebaskan lima tahanan politik OPM, kepolisian menangkap puluhan pengunjuk rasa di berbagai kota Papua.

Menkopolhukkam Tedjo Edhy mengatakan ia akan selalu berkoordinasi dengan Kapolda dan Pangdam Papua agar tidak terpancing dengan provokasi. Sebab menurutnya presiden Jokowi sudah mengumpulkan dan memberi arahan kepada para prajurit TNI dan Polri di Papua saat kunjungannya ke kawasan yang dianggap rawan konflik itu, beberapa waktu lalu.

“Sebagai penguasa daerah di bidang keamanan. Saya mengharapkan agar aparat tidak terpancing, karena ini memang yang diharapkan oleh mereka: agar aparat terpancing sehingga (opininya) digiring ke arah pelanggaran HAM,” ujarnya dengan mengakui penangkapan itu tak berarti kebijakan baru Jokowi terkait Papua mendapat halangan di lapangan.

Menurut Tedjo, para aktivis KNPB yang ditangkap itu sekadar “dimintai keterangan.”Di Jayapura 46 pengunjuk rasa ditangkap dengan alasan demonstrasi mereka tidak mengantungi surat tanda terima pemberitahuan kegiatan.

“Mereka ini kami tahan karena setelah dilakukan negosiasi mereka tak terima dan lakukan pelemparan batu kepada aparat, hingga kami lakukan penangkapan,” kata Kapolresta Jayapura, AKBP Jermias Rontini kepada wartawan. [BBC]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah