-->

Presiden Jokowi Paksa Tapol Tandatangani Surat Permintaan Grasi

JAKARTA - Tokoh Papua, Benny Giay membuka rekayasa pemberian grasi kepada lima tahanan politik Papua, 8 Mei lalu. Ia mengatakan, tiga hari sebelum kedatangan Presiden Jokowi, ada utusan dari Istana yang memaksa para tahanan politik menandatangani surat permintaan grasi.

"Langkah Presiden Jokowi untuk membebaskan para tapol, menambah masalah. Karena tanggal 5 Mei, kami pergi mengunjungi tapol, kami lihat ada orang dari Istana sedang paksa Filep Karma untuk bikin surat minta grasi. Ini tidak jujur, tidak benar," katanya kepada KBR, Kamis (21/5/2015).

Benny Giay juga menambahkan, para tapol awalnya mengira surat itu adalah pemberian amnesty bukan grasi. Sehingga para tapol akhirnya menyesal.

"Ada pihak lain yang ingin memaksakan kehendak presiden untuk membebaskan mereka tanpa mendengar para tapol. Bahkan kelima tapol juga menurut kami, informasinya tidak utuh. Ada pihak yang menyiapkan surat permohonan tanpa ada penjelasan. Padahal ada tapol yang tidak bisa baca tulis," tambahnya.

Berdasarkan catatan aktivis Papua, Zelly, ada setidaknya 8 tahanan politik. Itu belum termasuk 30 orang lainnya yang masih dalam proses. Para tapol menolak mengajukan grasi semenjak masa pemerintahan presiden SBY. Salah satu tahanan politik yang mendapat sorotan adalah Filep Karma.

Filep Karma telah menjadi tahanan politik di papua sejak 2004 lalu. Dia ditahan karena melakukan orasi kemerdekaan dan mengibarkan bendera papua merdeka. Atas perbuatannya itu, dia dihukum 15 tahun penjara. [PortalKBR]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah