-->

AMPTPI Minta Orang Papua Dilibatkan dalam Kontrak Karya PTFI

JAKARTA - Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI) mendesak pemerintah melibatkan masyarakat Papua dalam perpanjangan kontrak karya ketiga. Pembahasan perpanjangan kontrak dilakukan karena perjanjian kerja sama akan habis pada 2021 mendatang.

Mantan Sekretaris Jenderal AMPTPI periode 2007-2015 Markus Haluk mengatakan, pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan suku pemilik tanah yang tengah di eksplorasi, Suku Amungme. Pasalnya, Freeport dinilai kerap melakukan politik pecah belah dalam Suku Amungme.

Hal ini disebabkan banyak sub suku atau marga. Sehingga konsolidasi ini untuk memperkuat internal suku. "Kami akan memperkuat struktur dalam suku Amungme sendiri. Dalam suku ini ada beberapa marga. Selama ini Freeport selalu melakukan pemecah belahan dalam klan Marga Amungme," ungkapnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/5).

Tidak hanya dengan suku pemilik tanah, AMPTPI juga akan berkoordinasi dengan suku sekitar yang terdampak penambangan Freeport. Ada tujuh suku yang akan dikumpulkan, Dani, Damal, Momi, Mee, Nduga, Amungme dan Kamaro.

"Dani, Damal, Momi, Mee dan Nduga sebagian wilayahnya sudah dimasuki konsesi Freeport tanpa disetujui mereka. Sedangkan Kamaro terkena limbah produksi," jelasnya.

Markus, menegaskan, pihaknya akan mengambil langkah tegas jika masyarakat Papua tidak dilibatkan dalam pembahasan perjanjian yang sudah berjalan semenjak 1967 tersebut. Bahkan, mereka mengancam akan menutup operasi kerja PT Freeport.

"Kami akan melakukan mobilisasi masyarakat dan konsolidasi untuk melakukan penutupan Freeport dari wilayah kami," tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah memastikan bakal memutuskan nasib kontrak tambang PT Freeport Indonesia sebelum 25 Juli 2015. Itu artinya empat tahun sebelum masa kontrak Freeport habis pada 2021.

"Kami akan pastikan diperpanjang hingga 2041 atau tidak," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di kantornya, Jakarta, Jumat (20/2).

Namun sebelum itu, kata Sudirman, pihaknya harus terlebih dulu merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Sebab, beleid itu tegas menginstruksikan keputusan perpanjangan baru akan diberikan dua tahun sebelum masa kontrak habis.

Klausul itu bakal diperlonggar menjadi perpanjangan kontrak harus dilakukan minimal dua tahun sebelum masa kontrak habis.

"Siapapun yang investasinya dengan nilai USD 17,3 miliar kan butuh kepastian. Kepastian perpanjangan di UU memang dua tahun, tapi PP diubah dan direvisi." [Merdeka]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah