-->

'Papua Itu Kita' jadi Ajang Kampanye Peduli Papua lewat Seni dan Budaya

JAKARTA – Irama rancak dan tarian khas Papua menghiasi halaman Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Sabtu (13/4). Sejumlah orang berpakaian adat Papua juga mempertontonkan tradisi memasak dengan bakar batu.

Pertunjukan budaya tersebut merupakan bagian dari gerakan ”Papua Itu Kita”, sebuah usaha yang diharapkan menjadi jalan menyelesaikan persoalan di Bumi Cenderawasih.

Veronica Koman, anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengatakan bahwa pendekatan budaya bisa lebih efektif untuk menetralkan stigma masyarakat terhadap Papua.

Sebab, ada masyarakat di luar Papua yang masih melekatkan daerah di ujung timur Indonesia itu dengan stigma separatis, ketertinggalan, dan hal negatif lainnya. ”Itu yang ingin kita ubah,” kata Veronica.

Gerakan itu akan mengampanyekan budaya Papua ke berbagai daerah. Jika sudah mengenal budaya Papua, masyarakat diharapkan lebih peduli. Menurut dia, perhatian, kepedulian, dan dukungan masyarakat luas sangat diperlukan untuk mendorong pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan.

”Agar persoalan di Papua menjadi persoalan bersama,” ungkapnya.

Ketua Umum Papua Itu Kita Zely Ariane menegaskan, gerakan yang dipimpinnya tidak memiliki motif yang memihak salah satu kepentingan politik mana pun.

”Bukan OPM (Organisasi Papua Merdeka), bukan NKRI. Kita hanya ingin persoalan Papua teratasi,” ungkap aktivis Perempuan Mahardhika tersebut.

Terkait banyaknya simbol bintang kejora yang terlihat dalam deklarasi kemarin, Zely enggan mengait-kaitkan. Menurut dia, itu hanyalah ekspresi masyarakat.

Dengan judul "Papua itu kita: Sehari bercerita, bernyanyi, menari," acara berlangsung hingga jauh malam. Musik, nyanyi, humor, tari, cerita, pameran, juga demonstrasi bakar batu, alias Barapen.

Acara dihadiri puluhan warga Papua yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Juga yang datang dari luar kota. Bahkan dari tanah Papua. Selain ratusan pengunjung biasa.

Salah satu acara yang paling menarik adalah Barapen, "bakar batu." Ini sebuah tradisi masak sekampung. Tentu bukan batu yang dimasak. Melainkan memasak dengan menggunakan panas dari batu yang terlebih dahulu dipanaskan.

Persiapan Barapen tak bisa dibilang gampang. Karena lokasi pelataran parkir TIM yang berlantai semen, bukan tanah sebagaimana tradisinya. Kayu-kayu bakarnya pun disesuaikan dengan keadaan Jakarta: kayu-kayu bekas bangunan.

Yang dimasak umumnya ubi-ubian, ayam, ikan, dan biasanya babi. Tapi di TIM kali ini, dagingnya hanya ayam, tanpa babi.

Semuanya diletakkan di atas daun pisang di atas batu-batu panas. Ditutupi dengan pucuk labu, berbagai dedaunan, dan alang-alang. Aroma makanan dengan bau alami menyebar. Sesudah beberapa jam, makanan telah matang, alang-alang disingkirkan.

Sebagai puncak acara, santap makan yang dinikmati oleh seluruh hadirin Papua adalah Kita di TIM. Sambil menunggu antrian makanan yang begitu sehat dan sedap, pengunjung menyimak diskusi di panggung, atau melihat-lihat pameran poster --kebanyakan terkait persoalan HAM di Papua. [Jawapos/Delapan6]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah