-->

Dorman Wandikbo Minta Jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di Seluruh Indonesia Dipersilahkan Beribadah

KOTA JAYAPURA - Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikbo meminta agar umat GIDI di seluruh Indonesia dibebaskan beribadah.

Menurut dia, ada beberapa gereja GIDI di beberapa wilayah di Indonesia yang ditutup karena insiden Karubaga yang meluas menjadi isu nasional.

“Beberapa gereja GIDI ditutup. Jemaat GIDI juga ada yang mengalami intimidasi dan kekerasan. Karena itu kami ingin menyelesaikan masalah ini secara damai untuk sekarang dan selamanya. Kami ingin menyelesaikan masalah kami hari ini, agar umat kami bisa beribadah seperti biasanya,” ujar Pendeta Dorman di Kantor FKUB Papua, Kota Jayapura Rabu (29/7).

Sebelumnya sebuah aksi balas dendam dilakukan oleh ribuan muslim radikal di Solo, Jawa Tengah. Terhadap persekutuan jemaat pos Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di Joyontakan, Serengan, Kota Surakarta, Jawa Timur pada Sabtu (18/7).

Ratusan orang yang menamakan diri masyarakat Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) itu mendatangi rumah ibadah milik pendeta Gren Kirenius, Gembala GIdI di Joyotakan itu. Mereka mengakui aksi ini merupakan reaksi atas terbakarnya mushola di Karubaga, Kabupaten Tolikara.

Massa tersebut membawa sejumlah poster bertuliskan, “Pembakar Masjid Papua Adalah Teroris”, "Darah dibalas Darah," dan tulisan lainnya.

Massa yang mengenakan pakaian serba hitam ini datang sekitar pukul 15.00 WIB. Menurut warga, begitu datang, massa langsung masuk rumah bercat kuning itu dan berteriak-teriak meminta aktivitas ibadah dihentikan. Mereka ternyata sudah lama mengincar jemaat GIDI tersebut, untuk ditutup. Alasannya, rumah ibadah tersebut belum memiliki izin dari Pemerintah Kota Solo.

“Sebenarnya kami sudah tahu lama gereja itu tidak berizin. Tapi karena momennya di Papua ada pembakaran masjid, kami langsung ingat,” kata perwakilan LUIS, Joko Sutarto.

Joko mengatakan muslim radikal menuntut agar aktifitas peribadatan di rumah itu segera ditutup. “Yang kami tahu, izinnya hanya rumah pribadi bukan rumah ibadah. Makanya kami minta segera ditutup,” kata dia.

Lebih lanjut Joko menuturkan saat itu massa dipecah menjadi dua tim. Tim yang satu sebanyak tujuh orang masuk ke rumah untuk bernegosiasi dengan pemilik rumah. Sedangkan ratusan massa yang lainnya di halaman rumah untuk menyampaikan tuntutannya mereka untuk menutup paksa gereja tersebut.

“Setelah kami kroscek ternyata rumah itu sudah lama sekali untul tempat ibadah, sudah 15 tahun,” terang Joko.

Tujuh orang itu memaksa para jemaat untuk keluar dari rumah tersebut, sedangkan Alkitab dan ruang tamu tempat jemaat beribadah dibuang dan dirusak. Sedangkan kondisi jemaat yang berada didalam rumah belum diketahui nasibnya.

Kapolresta Solo, Kombes Pol Ahmad Luthfi, saat itu langsung turun ke lapangan dan meninjau lokasi menjamin tidak terjadi apa-apa karena pihaknya telah memediasi antara kelompok massa dengan pemilik rumah ibadah tersebut. Rumah yang berada di Jl. Rebab No 17 RT 005 /RW 003 tersebut milik, Gren Kirenius T.

Saat kejadian, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Di sana hanya ada istrinya, Yusrina, yang merupakan pendeta, dan sejumlah kerabatnya yang sedang beribadah. Menurut warga, di rumah tersebut memang rutin menggelar ibadah setiap Minggu. Namun warga tidak pernah mempermasalahkan keberadaan rumah ibadah tersebut. Akibat kejadian itu, istri Gren Kirenius, mengalami trauma dan pingsan, sehingga dilarikan ke rumah sakit. [Jubi/Papuanesia]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah