-->

Inilah Tiga Versi Kericuhan di Karubaga

KOTA JAYAPURA - Amuk massa pada Jumat pekan lalu di Karubaga, Kabupaten Tolikara, menyisakan beragam versi tentang kronologi sebelum kericuhan terjadi.

Pemerintah, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan kepolisian pun belum satu suara soal musabab kericuhan di Tolikara.


VERSI POLISI
Sabtu, 11 Juli 2015
  • Beredar surat pemberitahuan dari Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Wilayah Toli soal penyelenggaraan seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) pada 13-19 Juli 2015.
Rabu, 15 Juli 2015
  • Bupati dan Kepala Kepolisian Resor Tolikara bertemu dengan panitia seminar dan KKR. Dalam pertemuan itu, surat pemberitahuan telah diralat, tapi belum disosialisasi.

Jumat, 17 Juli 2015
  • 07.00 WIT – Sekitar 70 orang berteriak, menolak pelaksanaan salat id di lapangan Markas Komando Rayon Militer (Makoramil) 1702-11 Karubaga.
  • 07.05 WIT – Warga mulai melempari batu ke arah aparat dan warga yang salat.
  • 07.10 WIT – Warga yang tidak setuju atas pelaksanaan salat mulai merusak kios dan masjid. Polisi kemudian menembakkan senjata ke udara dan tanah.
 
VERSI GIDI
Tiga minggu sebelum acara seminar dan KKR, panitia sudah mengirimkan surat pemberitahuan yang diklaim sudah disetujui dan diketahui oleh pemerintah daerah dan TNI/Polri setempat. Persetujuan ini yang kemudian disesalkan banyak pihak karena lazimnya polisi tak mengizinkan ada kegiatan besar pada hari raya agama apa pun.


Jumat, 17 Juli 2015
  • Salat Idul Fitri digelar di Lapangan Makoramil dan menggunakan pengeras suara.
  • Jarak antara pengeras suara dan tempat dilangsungkannya seminar hanya sekitar 250 meter.
  • Beberapa pemuda GIDI berinisiatif meminta agar salat dilakukan di dalam masjid.
  • Belum sempat diskusi berlangsung, polisi membubarkan para pemuda GIDI dengan berondongan senjata. Sebelas orang terkena tembakan.
  • Karena kesal, sebagian melampiaskan kemarahan dengan membakar kios.

VERSI KOMNAS HAM
11 Juli 2015
  • GIDI wilayah Tolikara mengirimkan surat imbauan kepada umat Islam di Tolikara agar menggelar salat Idul Fitri di luar wilayah tersebut karena adanya seminar dan KKR Pemuda GIDI tingkat internasional.
17 Juli 2015
  • Warga muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara di lapangan Makoramil 1702-11, Karubaga.
  • Jemaat GIDI marah dan memprotes polisi yang berjaga di sekitar lapangan.
  • Polisi balik menembak warga. Warga pun marah. Warga mulai melempari batu ke arah kios dan Masjid Baitul Mutaqin. Mereka juga membakar beberapa rumah, kios, dan musala itu.

KUTIPAN


"Masyarakat melampiaskan kemarahan ke arah musala. Kalau polisi tidak menembaki warga, pasti reaksi mereka berbeda."

--Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Sabtu lalu.


“Soal surat edaran itu, setelah Kapolda dan Pangdam setempat turun ke daerah itu, mereka membantah bahwa tidak pernah ada seperti itu."

--Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, kemarin.


"Surat itu memang dibuat oleh sinode GIDI Tolikara dalam rangka kegiatan gereja. PGLII (Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia) tak setuju soal isi surat edaran karena rentan konflik."
--Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia Ronny Mandang, Sabtu lalu.

[Tempo]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah