-->

Kabupaten Teluk Bintuni akan Dijadikan Kawasan Megapolitan Industri Petrokimia

JAKARTA - Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat diproyeksikan menjadi megapolitan industri petrokimia di Indonesia bahkan skala global. Kawasan ini dinilai sebagai titik pemicu industri di Indonesia Timur yang saat ini dinilai memiliki paling tidak dua keunggulan dibandingkan daerah lainnya.

Pertama, melimpahnya potensi gas bumi yang dibutuhkan industri petrokimia dan yang kedua adalah beberapa perusahaan nasional dan multinasional telah siap menanam investasi seperti Ferrostaal Industrial Project GmbH, raksasa petrokimia asal Jerman.

"Ferrostaal dari Jerman, LG Chemical, dan Pupuk Indonesia sudah siap masuk ke Bintuni. Mereka menunggu kepastian harga dan pasokan gas. Inilah yang harus dipercepat kepastian harganya," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin pada Forum Dialog Urgensi Pengembangan Industri Hulu Melalui Kebijakan yang Komprehensif, di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (30/6).

Saleh mengakui, pihak calon investor telah beberapa kali meminta kepastian dukungan energi gas sebagai salah satu basis kalkulasi investasi dan operasi. Ini mengingat industri petrokimia merupakan bisnis jangka panjang.

"Untuk Bintuni, memang perlu intervensi pemerintah terhadap harga gas, karena ini demi kepastian investasi petrokimia yang mendukung beragam industri lainnya dan menciptakan lapangan kerja," tegas Saleh Husin.

Harga gas domestik selama ini dinilai Kemenperin menjadi kendala utama pengembangan petrokimia. Banderol harga gas masih US$ 9-10 per MMBTU sedangkan di luar negeri hanya US$ 3-4 per MMBTU.

Selain itu, perlu dilakukan joint study antara Pupuk Indonesia selaku pengguna gas dengan BP Berau selaku penghasil gas. Diperlukan pula, koordinasi dengan Kementerian/Lembaga maupun instansi terkait agar pembangunan pabrik dapat berjalan dengan lancar.

Kemenperin merinci, pembangunan industri petrokimia di Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai beberapa alasan. Pertama, potensi gas bumi di Teluk Bintuni yang sudah diidentifikasi sebesar 23,8 TSCF, dimana sebesar 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk 2 kilang LNG, dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk 1 train LNG. Selain itu, ditemukan juga cadangan baru sebesar 6-8 TSCF.

Potensi gas bumi tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku industri ammonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri methanol untuk mendukung industri pusat olefin.

Ia menambahkan, pembangunan industri melalui program hilirisasi serta kompleks industri petrokimia akan berdampak terhadap pengembangan daerah, meliputi infrastruktur, pendidikan dan kesejahteraan. [Detik]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah