-->

Lima Tapol akan Diberikan Uang Masing-masing Rp 2,6 Miliar

JAKARTA - Staf Khusus Presiden Lenius Kogoya mengungkapkan, lima tahanan politik asal Papua yang baru saja dibebaskan Presiden Joko Widodo mengajukan permohonan biaya hidup Rp 2,6 miliar. Uang sebesar itu dianggap sebagai tanggung jawab pemerintah agar mereka bisa kembali mandiri setelah selama puluhan tahun mendekam di balik sel.

"Permintaan baru masuk bulan Juli sebesar Rp 2,6 miliar untuk bangun rumah, mobil, kesehatan. Jadi satu kepala bisa Rp 500 juta. Ini dana pusat, saya lagi perjuangkan itu," ujar Lenis di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/7).

Menurut Lenis, pemberian uang sebesar itu bukan bermaksud memanjakan para tapol. Namun, negara harus memperlakukan mereka dengan baik sebagai ganti dari puluhan tahun hidup mereka di penjara.

Dana itu juga diharapkan dapat menjadi modal usaha sebagai mata pencarian baru para tapol yang selama ini bergantung pada keluarga.

"Jadi bukan manja. Itu ucapan selamat, secara adat. Anda sudah mati, tapi bisa hidup lagi," kata Lenis.

Selain bantuan Rp 2,6 miliar, para tapol Papua itu sebenarnya sudah mendapat bantuan sebesar Rp 200 juta per orang. Dana itu seharusnya dipergunakan untuk biaya pengobatan. Namun, Lenis menduga dana itu justru habis untuk biaya bepergian para tapol itu ke Jakarta dan bertemu media massa.

"Maka, pembohongan publik namanya kalau dikatakan bantuan Rp 200 juta itu tidak ada. Itu sudah dibantu oleh pemda," kata Lenis.

Pada Mei 2015 lalu, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada lima tapol asal Papua. Mereka sudah belasan hingga puluhan tahun ditahan dengan tuduhan terlibat dalam gerakan separatis Operasi Papua Merdeka (OPM). Mereka yang dibebaskan adalah Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobal (divonis 20 tahun).

Dua dari lima tapol tersebut berasal dari Biak dan dua orang dari Nabire. Hanya Jefrai Murib yang selama ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Abepura.

Pemberian grasi ini awalnya ditujukan pemerintah untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat Papua. Jokowi berupaya kembali memulihkan kondisi keamanan di Bumi Cenderawasih yang selama ini diwarnai konflik.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso untuk mengambil alih penanganan tiga tahanan politik asal Papua yang sakit. Mereka akan dibawa ke Jakarta untuk proses perawatan yang sepenuhnya dibiayai pemerintah.

"Soal Papua, petunjuk beliau, supaya saya ambil alih itu. Mungkin yang sakit itu saya mau bawa ke Jakarta untuk berobat di sini," ujar Sutiyoso seusai menghadap Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan.

Pria yang akrab disapa Bang Yos itu menyebutkan, tiga dari lima tahanan politik yang dibebaskan pada Mei lalu oleh Presiden Jokowi diketahui sedang sakit. Sementara itu, mereka tak memiliki biaya yang cukup untuk menyembuhkan penyakitnya. Akhirnya, pemerintah memutuskan membawa mereka ke Jakarta.

Selain masalah kesehatan, Sutiyoso mengaku bahwa pemerintah juga akan memperhatikan kesejahteraan hidup para tahanan politik (tapol) itu. Selama ini, mereka diketahui menggantungkan hidupnya kepada keluarga. Maka dari itu, BIN akan membantu mereka mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya.

"Nanti akan kami carikan kerjaan, kan hanya lima orang. Saya pikir itu di kabupaten-kabupaten berbeda. Kalau kami titipkan satu kabupaten satu (orang) saja, masa nggak bisa," imbuh Sutiyoso.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berharap, dengan adanya bantuan pemerintah terhadap tiga tapol itu, maka tapol lain yang menolak mengajukan remisi bisa berpikir ulang.

"Kalau mereka lihat yang dibebaskan lima orang ini terawat dengan baik, ya mereka mau juga," kata dia.

Pada Mei 2015 lalu, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada lima tapol asal Papua. Mereka sudah belasan hingga puluhan tahun ditahan dengan tuduhan terlibat dalam gerakan separatis Operasi Papua Merdeka (OPM).

Mereka yang dibebaskan adalah Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobalm (divonis 20 tahun).

Dua dari lima tapol tersebut didatangkan dari Biak, dan dua orang dari Nabire. Hanya Jefrai Murib yang selama ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Abepura. Pemberian grasi ini awalnya ditujukan pemerintah untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat Papua.

Jokowi berupaya kembali memulihkan kondisi keamanan di Bumi Cenderawasih yang selama ini kerap berkonflik. Namun, pemberian grasi ini kemudian banyak mendapat kecaman di organisasi setempat yang menuntut pemerintah memberikan amnesti, bukan grasi. Grasi menuntut seseorang mengakui kesalahannya dan meminta ampunan kepada presiden. [Kompas]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah