-->

Marlon Fatem Nilai Kriminalitas HAM terhadap OAP Cukup Tinggi

MANOKWARI - Marlon J.E. Fatem SH, pekerja kemanusiaan dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Manokwari menyatakan bahwa kasus kriminalitas dan kekerasan atas hak asasi manusia (HAM) khususnya Orang Asli Papua (OAP) di tanah Papua cukup tinggi.

“Orang asli Papua sebagai warga negara Indonesia terus alami penyiksaan dan perampasan hak hidup yang dilakukan oleh oknum aparat negara sehingga jatuh korban jiwa dari warga sipil Papua di tanah Papua,” kata Marlon Fatem dalam pernyataan pers.

Anggota Organisasi Sipil Pegiat HAM di Papua ini membeberkan, kasus penembakan mati terhadap lima (5) warga sipil asli Papua tanggal 8 Desember 2014 di Paniai Papua yang adalah pelajar pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan penangkapan 18 aktifis Pergerakan Papua di Paniai pada 8 Desember 2014 adalah salah satu bentuk pemusnahan atau pembunuhan manusia/orang asli Papua (OAP) dan tindakan perampasan hak hidup atas manusia.

“Tindakan dari aparat negara terhadap rakyat Papua kian meningkat. Terakhir kasus penembakan mati 5 warga sipil di Paniai Papua tanggal 8 Desember 2014 adalah pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan serta perampasan hak hidup atas nyawa manusia di Papua,” katanya.

Pekerja HAM ini menilai pemerintah Indonesia melalui institusi aparat keamanan gagal total dalam memberikan jaminan dan perlindungan atas Hak Asasi Manusia (HAM) Orang Asli Papua di tanah Papua.

“Saya lihat negara dan aparat negara sedang, bahkan melakukan pelangaran HAM di Papua terus terjadi pada warga sipil yang tidak berdosa ini. Dan pemerintah Indonesia gagal total memberikan jaminan hukum dan perlindungan serta penghormatan HAM atas orang asli Papua,” tukas Fatem yang juga salah satu Aktifis Perdamaian Papua ini.

Marlon Fatem mendesak pemerintah Indonesia untuk segara menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama kurun waktu satu tahun terakhir seperti kasus penembakan mati lima (5) warga sipil di Paniai, juga kasus ekskalasi pelanggaran HAM sebelum dan sesudah Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 di tanah Papua.

“Saya mendesak pemerintah Indonesia melalui Komnas HAM dan saya akan kirim surat secara tertulis kepada pemerintah Indonesia. Seluruh kasus pelanggaran HAM di Papua harus diselesaikan melalui atau cara-cara penanganan sesuai prinsip-prinsip HAM yang berlaku secara universal di dunia karena kriminalitas terhadap HAM di Papua cukup tinggi,” ujar Fatem diakhir keterangan persnya di Pasir Putih Manokwari. [RadarSorong]


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah