-->

Pakar Hukum Universitas Cendrawasih Nilai Rekomendasi MRP Tidak Tepat

KOTA JAYAPURA  - Pendidik yang juga pakar Hukum Tata Negara Universitas Cendrawasih (Uncen), Hotlan Samosir, SH menilai, keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) mengeluarkan rekomendasi bupati/wakil bupati harus orang asli Papua menjelang Pilkada 2017 jauh dari kewenangan lembaga itu. Katanya, MRP tak bisa bertindak sesuka hati.

Menurutnya, dalam UU Otsus, tidak mengatur kewenangan MRP mengeluarkan rekomendasi soal bupati dan wakil bupati, kecuali gubernur dan wakil gubernur. Katanya, rekomendasi MRP yang menolak bupati dan wakil bupati yang bukan asli Papua boleh saja. Namun itu terlambat.

Hal itu dikatakan Samosir dalam Diskusi Panel yang bertemakan “Peran Pemuda Dalam Merespon Pemilihan Umum di Papua” yang di selenggarakan Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih di Auditorium Uncen, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Jumat (3/7).

“MRP mestinya bertindak jauh sebelum proses Pilkada, supaya ada proses yang mesti dilalui untuk melahirkan sebuah undang – undang yang mengakomodir kepentingan orang asli  Papua dalam Pilkada. Apa yang dilakukan MRP itu terlambat. Sebagai masukan, boleh saja memikirkan untuk melahirkan undang – undang baru, karena untuk melahirkan UU itu perlu kajian mendalam, bukan bertindak semau saya,” kata Samosir dalam diskusi itu.

Menurutnya, kalaupun MRP berfikir serius, mestinya melakukan upaya peninjauan kembali terhadap UU Otonomi khusus. Bukan mengeluarkan rekomendasi yang bertentangan dengan UU. Katanya, rekomendasi boleh saja, namun itu bertentangan dengan UU yang ada.

“UU Otonomi khusus tidak mengatur kewenangan MRP membuat rekomendasi tentang bupati dan wakil bupati orang asli Papua melainkan Gubernur Papua. Kita Negara hukum. Kita tunduk kepada hukum yang kini berlaku. Kalau merasa tak akomodir kepentingan, ajukan judicial revew. Negera ini bukan Negara suka-suka. Ada mekanisme yang harus kita tempu, bukan kita gunakan cara seperti itu,” ucapnya.

Pekan lalu ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, pihaknya mengeluarkan keputusan Nomor 11 Tahun 2015 tentang calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil dan wali kota/wakil wali kota di Papua, harus orang asli Papua, yang ayah dan ibunya berasal dari rumpun Melanesia, suku-suku asli di Papua.

Kata Murib, pada 16 Juni 2015, MRP telah menetapkan Keputusan Majelsi Rakyat Papua tentang Perlindungan Hak Konstitusional Orang Asli Papua dalam pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali wota di Provinsi Papua.

Menurutnya, dalam resolusi point kedua, menolak calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang bukan orang asli Papua. Keputusan ini kata Murib, dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang MRP sebagai lembaga refresentasi perwakilan orang asli Papua yang melindungi hak-hak dasar orang asli Papua.

Hal itu sebagaimana tercantum dalam UU Otsus Papua, pasal 20 ayat (10) huruf a yang berbunyi,” MRP mempunyai tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur” dan pasal 20 ayat (1) huruf f yang berbunyi MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan kepada Gubernur, DPRP, Bupati/Wali Kota dan DPRD kab/kota terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua yang dalam penjelasan ayat ini dinyatakan bahwa kewenangan MRP ini termasuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon Bupati dan Wali Kota. [Jubi]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah