-->

Pasca KTT Melanesian Spearhead Group, Pemerintah Perlu Mendorong Perubahan Undang-Undang Otsus

MANOKWARI – Satu bulan pasca Pertemuan Tingkat Tinggi para Pemimpin Negara-negara Persaudaraan Ujung Tombak Melanesia atau Melanesian Spearhead Group (MSG) di Honiara, Republik Kepulauan Solomon pada tanggal 18-26 Juni 2015 lalu, dimana United Liberation Movement for West Papua/ULMW telah menjadi anggota pengamat dan Indonesia menjadi anggota penuh. Haruslah ada tindak lanjut dari pemerintah Indonesia.

Menurut aktivis HAM, Yan Christian Warinussy, tindak lanjut itu dilaksanakan melalui perubahan-perubahan yang mendukung pengesahan keanggotaan wilayah Papua dan Papua barat dalam forum tersebut.

“Perubahan yang saya maksudkan dapat dimulai dengan mendorong dimungkinkannya amanat Pasal 2 tentang lambang-lambang, khususnya mengenai bendera dan lagu daerah dapat segera dibicarakan dan disepakati bersama, Jadi apakah Bendera Bintang Pagi (the Morning Star) yang selama ini dipandang sebagai simbol separatis dapat segera diterima untuk dibahas dan disepakati melalui MRP dan DPRP maupun DPR PB untuk menjadi lambang daerah di Tanah Papua?” Kata Warinussy melalui press releasenya yang diterima media ini, Selasa (14/8)

Lanjutnya, juga apakah lagu Hai Tanahku Papua karya Pendeta Isaac Semuel Kijne yang terdapat dalam Nyanyian Seruling Mas pun dapat diterima untuk dibahas dan ditetapkan sebagai lagu daerah.

“Ini masih perlu pembahasan secara bersama diantara semua komponen rakyat Papua dan lembaga negara seperti MRP dan DPR lokal sesuai amanat Undang Undang Otsus tersebut,” ujarnya

Di sisi lain ucap Warinussy, perubahan juga perlu dan mendesak untuk dilakukan pada isi dan amanat dari pasal 4 mengenai kewenangan daerah, dimana dalam dalam ayat (6) disebutkan bahwa Perjanjian Internasional yang dibuat hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Saya mengusulkan agar MRP dan DPRP maupun DPR PB dapat mulai berbicara dan membahas serta mendorong pembobotan yang lebih luas atas ayat tersebut, dimana pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat dapat memperoleh keleluasaan untuk tampil membangun komunikasi dan tukar-menukar informasi hingga kepada membangun saling percaya dengan negara-negara anggota MSG dalam bidang perekonomian, perdagangan dan sosia-budaya demi kepentingan pembangunan di Tanah Papua” usul Yan.

Termasuk di dalamnya adalah soal perubahan hubungan dan keberadaan usaha dari PT.Freeport Indonesia maupun BP Indonesia di Papua dan Papua Barat yang perlu dibicarakan sejauh menyangkut perubahan-perubahan yang lebih banyak memberi keuntungan dan kontribusi maksimal dari eksploitasi pertambangan mineral dan gas alam yang tengah digarap pada kedua mega proyek tersebut demi kepentingan dan kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP).

Sangat baik jika sejak sekarang mulai didorong usaha-usaha peningkatan hubungan sosial-budaya diantara kedua provinsi di Tanah Papua dengan mengikut-sertakan duta-duta seni dan olahraganya dalam sejumlah event olahraga antar suku bangsa Melanesia dan itu perlu diletakkan dasar hukumnya di dalam Undang Undang Otonomi Khusus di tanah Papua yang makin diperluas.

Sehingga ke depan, bisa saja atlet-atlet olahraga dan pemain sepakbola asal Tanah Papua, semisal Klub Persipura dapat tampil membela nama Tanah Papua di pekan olahraga se-wilayah MSG atau kawasan Pasifik Barat dan Selatan.

Bahkan bukan tidak mungkin duta-duta olahraga Tanah Papua dapat mengikuti Pasific Games ataupun Olimpiade bukan atas nama Indonesia semata tapi atas nama Papua dan Papua Barat sebagai bagian dari Persaudaraan Ujung Tombak Melanesia tersebut. Seperti halnya Puerto Rico yang tampil sendiri di luar Negara Amerika Serikat.

Pasal 48 mengenai Kepolisian Daerah di Tanah Papua juga dapat dinisiasikan untuk dirubah dan diperkuat, dimana Polisi di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) dapat berdiri otonomi dan mengurus sendiri soal keamanan domestik wilayah ini dan mengurangi bahkan bila perlu menarik semua institusi militer non polisi dari Tanah Papua sebagai bagian dari upaya besar membangun perdamaian di Bumi Cenderawasih ke depan.

Dalam kerangka penegakan hukum di Tanah Papua, saya kira sangat tepat jika kedua provinsi di daerah ini memiliki institusi kepolisian yang mandiri dan fokus pada upaya membangun ketertiban hukum masyarakat dan keamanan domestik lokal.

Termasuk dalam hal merekrut tenaga-tenaga polisi yang berasal dari daerah ini dan memiliki kapasitas dan kapabilitas serta kepekaan sosial dalam menjalankan tugas-tugasnya yang sangat penting tersebut.

Berkenaan dengan itu, maka MRP di Papua dan Papua Barat bersama-sama dengan DPR Papua maupun DPR Papua Barat serta Gubernur di kedua provinsi tersebut sudah saatnya menjalankan segera amanat pasal 77 dan 78 dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk didorong perubahannya melalui sebuah evaluasi bersama seluruh rakyat di Tanah Papua sejak sekarang ini.

Bagaimanapun perkembangan dari hasil KTT MSG di Honiara, Republik Kepulauan Solomon Juni 2015 tersebut sangat-sangat bakal membawa pengaruh yangsignifikan dalam perubahan cara pandang, perilaku pemerintahan dan implementasi kebijakan pembangunan negara ini terhadap wilayah kedua provinsi di Tanah Papua pada kurun waktu beberapa tahun ke depan. [Wiyainews]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah