-->

Pendeta Marthen Jingga Beberkan Fakta Dibalik Kericuhan di Karubaga

KARUBAGA (TOLIKARA)  - Sekretaris Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (GIDI)  wilayah Toli, Kabupaten Tolikara, Pendeta Marthen Jingga baru saja berjalan menuju mobil yang digunakan untuk mengambil sayur di satu kampung tak jauh dari Karubaga, ibu kota Tolikara pada Jumat, 17 Juli 2015.

Langkahnya dihentikan oleh sejumlah peserta seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) internasional untuk meminta agar umat Muslim yang mengadakan salat Id tidak menggunakan pengeras suara sehingga menganggu kegiatan  mereka hari itu.

Awalnya, kata Marthen, jumlah mereka sekitar 10 orang, namun jumlah itu terus bertambah hingga mendekati lokasi salat Id di halaman Koramil Karubaga, jumlahnya sudah lebih dari seratus orang. Mereka menerobos penjagaan aparat keamanan yang bertugas menjaga keamanan saat salat Id. Begitu tiba di lokasi, mereka menemukan umat Muslim sedang berdoa menghadap mimbar.

"Tidak sampai satu menit, ada suara: Hei, kita sudah kasih surat (pemberitahuan salat Id hanya boleh di musalah selama seminar berlangsung), kenapa melakukan ini?" kata Marthen  menjelaskan awal amuk massa itu kepada Maria Rita dari Tempo di rumah missionaris GIDI di Karubaga, Tolikara, Selasa , 21 Juli 2015.

Berikut petikan wawancaranya:

Sejak kapan pelaksanaan seminar dan KKR dibahas?

Ketika kami bentuk panitia untuk menyelenggarakan seminar dan KKR tingkat nternasional  tahun lalu sekitar November. Saya lupa tanggalnya. Setiap tahun GIDI wilayah Toli banyak kegiatan  karena GIDI ini sinode, wilayah dan di bawahnya ada klasis –klasis. Sinode GIDI ada delapan wilayah: Toli, Yamo, Bogo, Yahukimo, Pegunungan bintang, pegunungan tengah sampai di perbatasan, wilayah pantai utara (Biak, Serui, Waropen dan Nabire),  Wilayah pantai Kasuari (Timika, Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel), wilayah Jawa-Sumatera-Kalimantan-Sulawesi. Delapan wilayah, gereja-gereja di luar negeri, dan missionaris yang datang ke sini kita undang datang dari luar negeri. Panitia dibentuk karena direkomendasi oleh Departemen Pemuda GIDI pusat di Jayapura.

Berapa negara yang ikut seminar dan KKR?

PNG (Papua Nugini), Palau, Israel, Belanda, Amerika, lalu dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Kalimatan, sumatera. Total semua yang datang 2.400 orang dan ada tambahan terus. Jumlahnya di bawah 3000. Kami pemuda Toli sebagai tuan rumah sebanyak 1.005 orang. 

Mereka tinggal dimana?

Kami siapkan 9 kelompok, tinggal  di aula di belakang kantor Bupati,   dekat Koramil , di belakang Bank Papua. Kami siapkan 28 rumah di belakang ini (rumah missionaris).

Siapa saja pengurus acara ini?

Ketua panitia pak Bupati, Wakil ketua pak Yacob Igwa, pemuda wilayah Toli, Saya sekretaris. Ada seksi-seksi.  Kegiatan persiapan dimulai April sampai Juni. Bikin honai, tenda untuk masak dan persiapan pemuda dari tuan rumah. Semua masyarakat datang gotong royong.

Kenapa seminar dan KKR diadakan bersamaan dengan salat Id?  

Itu diputuskan oleh panitia umum tingkat pusat , ketua Departemen pemuda GIDI. Kami panitia lokal. Kita ambil tanggal 13-19 Juli karena   liburan  nasional.  Jadi ada kesempatan untuk ikut dan ada kesempatan untuk kembali ke sekolah di luar Papua. Jadwalnya cocok, kemudian kita undang dari luar negeri dan jadwalnya cocok.

Bagaimana sampai ada surat pemberitahuan ke umat Muslim yang melarang mereka mengadakan salat Id?

Kami panitia lokal memberikan pemberitahuan-pemberitan ke gereja-gereja di wilayah Toli, adakan seminar, kegiatan pemuda, sekolah minggu. Kami sampaikan via surat.
Kami juga menyampaikan surat kepada  saudara Muslim di Tolikara bahwa mereka punya hari raya (Idul Fitri) tanggal 17  Juli dan kegiatan GIDI dari tanggal 13 – 19 Juli. Akhirnya kami rapat terus.  Jalan satu-satunya kami sampaikan lewat surat.

Bagaimana keluarnya surat ralat itu?

Surat pemberitahuan (tanggal 11 Juli 2015) itu sudah sampai di tangan pak Kapolres (AKBP Soeroso) .  Lalu pak Kapolres telepon ke pak Bupati (Usman G WBupati dan presiden GIDI (Pendeta Dorman Wandikmbo) ada di Jakarta pada waktu Kapolres telepon mereka. Akhirnya Bupati telepon lagi ke ketua wilayah. Beliau saat itu ada di satu distrik di bawah sana. Karena besoknya baru pembukaan, beliau baru tiba malam hari. Akhirnya kami buatkan surat ralat kembali. Mereka boleh lakukan, tapi di musalah , jangan di halaman terbuka. Surat pertama  memang sudah kami sampaikan. Dan  surat kedua (surat ralat)   secara lisan pak Bupati  sampaikan ke ketua GIDI wilayah. Pak Bupati juga telepon pak Kapolres. Kemudian apa yang dikatakan oleh pak Bupati dan Kapolres, kami siapkan dalam bentuk surat untuk nanti dibutuhkan. Terus sampai pembukaan dilakukan, pada 15 -16 Juli. Ternyata di depan Koramil mereka lakukan ibadah (salat Id) pakai TOA besar.

Bagaimana sampai terjadi protes massa? Anda ikut memprotes?

Akhirnya pemuda- pemuda lapor kepada panitia. Mereka tidak   berunding dengan kami GIDI  wilayah Toli, pak Bupati sebagai ketua panitia. Sekelompok pemuda sekitar 10 orang jalan untuk menyampaikan (protes). Saya dari sini turun ke bawah dengan tujuan mau minta mobil untuk ambil sayur di kampung. Tapi mereka bilang: Kakak tunggu dulu ini ada yang penting. Jadi kita pergi  untuk kasih tahu mereka. Karena  ibadah sudah mulai. Kalau belum, kita bubarkan..Kita turun sekitar 10 orang saja, ketua-ketua pemuda, panitia, dan bapak klasis. Kami turun sampai di rumah kediaman Bupati, tapi jumlah semakin bertambah lebih dari 20 orang. Terus kita melewati lapangan (landasan pacu pesawat)  turun sampai Bank Papua di bawah. Di situ   ada polisi jaga dengan Brimob sekitar 4 orang. Mereka bersenjata. Begitu kami tiba, mereka tidak bolehkan karena di bawah ada sembahyang. Kami bilang tujuan kami datang untuk mau bicara kepada mereka. Akhirnya mereka buka jalan.

Darimana arah tembakan datang?


Begitu lihat, sudah sembahyang.  Begitu kami tiba, mereka sedang berdoa menghadap mimbar. Tidak sampai satu menit, terdengar suara: Hei, kita sudah kasih surat  kenapa melakukan ini?  Menyampaikannya dengan pakai TOA, namun tidak  ada yang  balik muka. Saya dengan beberapa orang menuju lurus ke mimbar. Begitu kita ke sana,  saya diam saja. Karena saya jaga mereka. Lalu,  jemaah yang sedang beribadah di sana ada yang  angkat tikar dan angkat senjata. Sekitar 30 orang. Mereka pakai baju putih. Mereka angkat senjata langsung kokang. Di antara mereka ada yang lempar batu ke kami.

Apa yang terjadi setelah tembakan itu?

Karena tujuan kami mau sampaikan (protes) ternyata langsung tembak ke arah atas, dan kaki. Mereka di barisan tengah gunakan senjata tajam dan lainnya semua pegang pistol. Ibu-ibu menyingkir ke kantor dan semua senjata ke arah massa.   Begitu dengar tembakan, bapak Bupati datang, anggota DPR asal Toli yang datang ada di sana , anggota DPR Papua. Tapi karena tembak kiri-kanan, akhirnya Bupati mundur. Sambil mundur, mulai lempar batu.

Jadi ditembak dulu baru lempar batu?

Kami waktu tiba ditembak. Jumlah kami sekitar 30 orang. Setelah dengar tembakan, baru dari mana-mana datang. Kami ditembak arah kaki. Dari jalan belakang kios , Kapolres  tunjuk  ada rekaman mengatakan:  pak Bupati dengan presiden GIDI  kami sudah bicara, maka kami melakukan ibadah di luar. Akhirnya massa berbagi, mau demo Bupati dan Presiden GIDI.  Akhirnya lempar batu. Tembakan juga membabi buta. Ada yang  sudah jatuh. Tepat di depan Bank Papua ada adik kena peluru dan jatuh di parit di jalan masuk ke Bank Papua. Posisinya sedang lempar batu lalu kena peluru dari arah kiri. Jadi seakan- akan yang bersenjata itu ada dalam kios.

Siapa yang Anda lihat menembak?

Tentara dan polisi yang jalan masuk tidak menembak.  Yang menembak itu jemaah yang sedang beribadah.  Tapi ada tiga di antara mereka buka baju Brimob. Itu yang saya lihat betul (sekitar 3 meter).

Kenapa Anda pastikan itu aparat Brimob? 

Bajunya warna   biru,   pakai baju dan topi . Jadi kami katakan bukan tentara, atau polisi. Mereka pakai baju polisi.Akhirnya saya mundur. Sekitar  5-10 ,menit, massa dari mana-mana datang. Mereka dibubarkan dengan peluru. Mereka tembak di udara dan tembak ke tanah di antara massa dengan mereka.

Berapa lama penembakan berlangsung?

Dua jam. ribuan peluru habis. Mereka 30 orang menembak. Waktu itu ada yang lempar api ke kios depan. serang kiri-kanan. Kami  tidak bawa senjata, kami yang pergi itu hamba-hamba Tuhan.

Dari mana asal api?

Massa yang turun sudah mau pulang  orasi di bandara. Tapi saudara-saudara dari mana-mana masuk. Mereka bakar kios.

Siapa yang bakar?

Saya percaya itu masyarakat, bukan peserta.  Mereka (peserta seminar dan KKR)  mundur, bupati pegang kayu pukul kiri kanan. Begitu jatuh korban, kita amankan terus. 

Ada pihak ketiga yang memanasi situasi ini?

Sama sekali tidak tahu .Kami keluarkan surat pemberitahuan bukan hanya untuk Muslim, tapi seluruh kegiatan gereja. Kegiatan baru boleh ada  setelah bulan Juli.   Semua mahasiswa datang, dan perlu diketahui bahwa mahasiswa kami dapat banyak intimidasi di sana, sedang mengalami penderitaan banyak di luar Papua. 

Surat itu beredar di media sosial dalam beberapa jam setelah kerusuhan?

Surat itu ditujukan kepada  umat muslim di Tolikara ditembuskan ke bapak Bupati, Kapolres, Ketua DPRD, dan Danramil. Tapi darimana tersebar saya tidak tahu. Sampai hari ini sudah mendekati 200 SMS  masuk bahasanya: anjing, babi, biadab,  segala macam ke saya. Ini penuh dan saya ada waktu 1-2 hari untuk ketik dari mana-mana, dari Islam, dan  Kristen . Tapi sampai hari ini saya tidak merasa bersalah.  Surat yang saya ketik sebagai sekretaris panita, sekretaris GIDI wilayah Toli, saya hanya sampaikan saja karena kita punya kegiatan besar, jangan sampai ada kegiatan tambahan. Terus saat hari kepolisian,  mereka panggil saya dua  kali   oleh Kapolres kenapa buat kegiatan ini. Semua kita sampaikan, kegiatan mau tanggal merah, mau apa semua kita sampaikan.

Kenapa surat ralat itu tidak diteruskan ke Kapolres. Anda mengetahuinya?

Seakan-akan Kapolres yang kendalikan.  Dia yang bicara dengan Bupati, Presiden GIDI, terus saya dibawa ke polisi dan wawancara.  Bukan pak Ustad yang datang tanya.

Kenapa surat ralat terlambat diterima?

Surat ralat dibuat sesuai perkataan Bupati, kami tidak mengubah semua. Waktu itu kami sibuk sekali. Kami tidak punya waktu ke sana ke sini. Dalam suasana itu kita siapkan sesuai pernyataan Bupati: ok, boleh salat di musalah  saja. cuma waktu itu kita sibuk sekali kita. kami tidak punya waktu kesana kesini, terima tamu. 

Surat ini diberikan ke siapa saja ?

Surat ini sudah ada di Pak ustad setelah peristiwa.

Kenapa tidak sebelum peristiwa terjadi?

Kami sibuk dan sudah sampaikan mengizinkan salat di musalah. [Tempo]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah