-->

Sekolah di Kabupaten Dogiyai Terancam akibat Klaim Kepemilikan Tanah

MOANEMANI (DOGIYAI) - Yulianus Kuayo, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Dogiyai mengatakan sekolah atau satuan pendidikan di Kabupaten Dogiyai terancam akibat klain kepemilikan tanah di era pemekaran ini. Berdasarkan pengamatan dinas, ada dua faktor penyebab. Pertama, karena masyarakat pemilik lokasi sekolah terdesak oleh kebutuhan ekonomi.

“Setelah mendengar ada kepsek di sekolah tertentu membayar biaya lokasi kepada pemilik tanah dari sumber dana BOS, maka pemilik tanah atau lokasi sekolah di kampung lain juga menuntut yang sama, untuk pihak sekolah membayar seperti sekolah di kampung lain,” kesannya kepada Papua Anigou, Kamis (9/7).

Setiap sekolah memiliki kebijakan dan rencana penggunaan anggaran atau dana BOS berbeda. Bila belum dibayarkan oleh sekolah bersangkutan, maka warga pemilik tanah bangunan sekolah masih mempertanyakan dan terus bertanya.

“Kenapa bapak tidak bisa bayar lokasi tanah (gedung sekolah) sementara sekolah lain sudah dibayar oleh kepsek bersangkutan. Kenapa lokasi kami tidak bisa dibayar?” ulang Yulianus seperti sering terjadi dalam kasus-kasus tuntutan warga terhadap bangunan sekolah di wilayah Kabupaten Dogiyai.

Faktor kedua adalah dampak pemekaran daerah. Kabupaten Dogiyai dimekarkan tahun 2008 lalu. Setelah ada pemekaran kabupaten, distrik dan kampung, serta sekolah, puskesmas dan lain-lain tentu dibutuhkan pembangunan yang sifatnya fisik. Untuk mengerjakan pembangunan fisik atau proyek itu harus punya bendera atau perusahaan.

“Sekarang di Dogiyai, kalau kita jujur hampir setiap kampung memiliki bendera (perusahaan CV). Mereka sudah bisa membaca dan menulis atau tamatan SMA sehingga sudah punya bendera. Proyek yang masuk di setiap kampung, baik itu gedung sekolah, puskesmas ataupun yang lain, pasti pemilik tanah itu punya bendera sehingga proyek itu dia yang kerjakan,” jelasnya.

Hal itu semacam dilema. Bila tidak, bisa juga diurusi oleh anak-anak asli kampung setempat, yang selesai sekolah sarjana.

“Kalau tidak dapat proyek, misalnya dapat proyek adalah orang lain, dari distrik lain atau orang pendatang, maka anak asli kampung setempat itu akan membujuk orang yang punya tanah itu untuk segera palang sekolah atau patok tanah dan minta bayar segera kepada kepala sekolah setempat,” katanya.

Situasi ini menentukan nasib pendidikan Dogiyai di waktu mendatang. Hampir sebagian besar sekolah, termasuk sekolah dasar SD maupun SMP YPPK Moanemani bernasib serupa. [PapuaAnigou]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah