-->

Ignatius Jonan Diantara Sanksi kepada Trigana Air dan Layanan Penerbangan Perintis

KOTA JAYAPURA - Menteri Perhubungan Ignatius Jonan sempat berang saat mengetahui identitas penumpang Trigana Air PK-YRN dengan nomor penerbangan IL 267 yang jatuh di Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, 16 Agustus lalu, tidak semuanya sesuai data manifes.

 Begitu tiba di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (17/8) atau sehari setelah Trigana Air itu dinyatakan hilang dalam penerbangan perintis dari Bandara Sentani menuju Bandara Osibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Menhub langsung menggelar rapat koordinasi.

Keesokan harinya, Menhub bersama Kabasarnas Marsekal Madya FH Bambang Sulistyo, Kapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw, Pangdam VII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan, dan pejabat lainnya, mengunjungi posko crisis center di Sentani, dan berdialog dengan para keluarga korban Trigana.

Pada dialog itu, keluarga korban menyampaikan sejumlah permintaan kepada Menhub Ignatius Jonan, diantaranya penertiban administrasi tiket pesawat.

"Karena administrasi tidak tertib, akibatnya ada yang namanya terdaftar tapi tidak berangkat. Itu makanya yang berangkat itu namanya tidak tercatat," ujar salah seorang keluarga korban di hadapan Menteri Perhubungan dan rombongan.

Keluhan keluarga korban itu merujuk kepada pemberitaan media massa yang merilis data manifes penumpang pesawat Trigana Air Service itu, dan hasil klarifikasi Polda Papua beserta jajarannya.

 Data manifes, Hasanudin (pilot), Ariadin (co pilot), Mario (teknisi), Ika N dan Dita A (pramugari).

Sedangkan penumpangnya yakni Endah Mustika Sari, La Boni, Yulita Kalakmabin, Manuella Uropmabin, Markus Kalakmabin, Oskar Mangonto, Menakem Mote, Yosia Mote, Agustinus Luarmase, Dewa Putu Raka, M N Aragae, Yustinus Hurulean, La Ode M, Wa Ode Suriana, Yohanis Kiabra, Yunus Setamanggi.

Berikut, Supriyani, Pariem, Ardono Hikmad, Yundriadi, Susilo, Utopdana Hosea, Asirun, Amran, Musvia, Wengdepen Bamulki, Esap Aruman, Piter, Surya, Thenus Babingga, Natikonop Ireneus, Marusaha Sitorus, Armaita, Epi Ardi, Eki Kimki, Kepi Deal, Petrus Tekege, Kasipmabin Engel Bertus, Milka Kakyarmabin, Ewelin Uropmabin, Theo Stiben Kalakmabin, Yusran, Egenio Dilam, Emilia Gobay, Ronald Dilam, Alimdam Yawan, Methodius, Marselino dan Valerin.

Namun, setelah Polda Papua beserta jajarannya melakukan pengecekan, diketahui sembilan nama dalam manifes itu digantikan oleh orang lain.

Kesembilan nama penumpang pengganti itu yakni Yohanis Kiabra diganti oleh Nelson Wayang, Yunus Setamanggi diganti oleh Yana Uropka, Ardono Hikmad diganti oleh Yance Wapdanon, Yundriadi diganti oleh Kayus Kipka, Susilo diganti oleh Terianus Salawala, Piter  diganti oleh Eli Uropmabin, Surya diganti oleh Timius Dupui, Marusaha Sitorus diganti oleh Obhet Turukna, dan Petrus Tekege diganti oleh Jhon Gasper.

Menanggapi keluhan terkait administrasi tiketing itu, Menhub Ignatius Jonan menjelaskan bahwa administrasi dalam suatu penerbangan sudah seharusnya tertib.

"Seharusnya tertib administrasi. Tapi terkait masalah ini, maskapai yang tidak mengindahkan akan mendapat sanksi," ujarnya di hadapan seratusan wraga yang mengklaim sebagai keluarga para penumpang Trigana Air itu.

Jonan kemudian menginstrusikan Direktur Operasional Trigana Air Benny Sumaryanto, agar menjelaskan soal adminstrasi dan tiket penumpang.

Namun, Benny tidak secara terbuka menjelaskan permasalahan tersebut, atau hanya memberikan penjelasan singkat.

"Terkait nama-nama penumpang pesawat itu, tadi malam sudah kami bahas. Dan sudah ada kesesuian pandangan, yang pasti kami dari maskapai selalu memperhatikan keselamatan penumpang dan lain-lainnya," ujar Benny, sembari mengaku sudah cukup lama melayani penerbangan di wilayah Papua sebagai pilot.

"Sejak 1992 saya sudah terbang di Papua. Kita akan sama-sama benahi semua hal demi kebaikan Papua," katanya.

Instruksi Periksa Trigana
Meskipun sudah berdialog langsung dengan para keluarga korban, Jonan masih tetap ingin manajemen Trigana Air diperiksa, terkait sistem reservasi tiketingnya terkait adanya beda nama dalam manifes pesawat yang jatuh di hutan belantara Papua.

Sekembalinya ke Jakarta, Jonan mengatakan pihaknya sudah memerintahkan jajarannya untuk melakukan pemeriksaan terkait hal itu kepada Trigana Air.

"Saya sudah perintahkan untuk periksa, hari ini (Rabu) mestinya sudah dipanggil. Karena tidak ada penjualan seperti loket itu di Bandara Sentani," katanya.

Ia sendiri berpendapat maskapai tersebut harus membenahi sistem reservasi tiketingnya.

"Itu mesti yang dibereskan sistem tiketingnya Trigana. Yang kedua yang harus dibereskan adalah setiap masuk nanti pemeriksaan di bandara harus dicek lagi KTP-nya, dulu kan dibebaskan karena antreannya panjang. Nanti saya mikir lagi, cek lagi KTP-nya," katanya.

Sanksi yang bisa diberikan kepada Trigana, kata Jonan, yang jelas dalam waktu dekat adalah evaluasi terhadap sistem tiketingnya dan jika dipandang perlu Trigana tidak diperbolehkan untuk menambah rute baru sampai sistem tersebut ditata ulang.

Jonan memandang tidak diperlukan tim khusus yang dibentuk untuk mengevaluasi Trigana karena menurut dia hal itu merupakan persoalan yang relatif sederhana.

"Tidak usah, kerjaan gampang itu, kerjaan mudah. Pokoknya harus diselesaikan, kalau dia tidak mau selesaikan ya kita tidak kasih tambahan izin rute baru," katanya.

Pihak manajemen Trigana pun tidak berupaya menutup-nutupi permasalahan tersebut.

Direktur Operasional Trigana Air Service Benny Sumaryanto, malah memprediski tiga hingga empat karyawan Trigana Air Service diduga terlibat dalam permainan tiket pesawat Trigana yang jatuh di Kampung Atenok, Distrik Oksob, Kabupaten Pegunungan Bintang pada Minggu (16/8) dan menewaskan 49 penumpang serta lima kru pesawat.

"Kita sekarang sedang memeriksa dan mengaudit para karyawan ini, di mana jika terbukti bersalah akan diserahkan ke aparat yang berwajib dan bisa dipecat," kata Benny.
   
Ancaman dan Keributan

Rute penerbangan dari Bandara Jayapura (DJJ) menuju Bandara Oksibil (OKS) merupakan jalur perintis, dan tidak banyak maskapai penerbangan yang melayani rute tersebut.

Bahkan, bisa dikatakan Trigana Air Service yang lebih banyak melayani penerbangan komersial pada rute tersebut.

Saat berdialog dengan keluarga korban, Benny Sumaryanto memang tidak menjelaskan secara detail terkait perbedaan identitas penumpang yang terdata dalam manifes, dan kondisi riil penumpang yang tewas dalam musibah kecelakaan pesawat udara itu.

Namun, dalam pertemuan dengan Menhub Jonan dan para pejabat terkait lainnya, sudah diungkapkan kondisi riil dalam melayani rute penerbangan perintis di Papua.

Sudah bukan rahasia lagi, jika pelayanan penerbangan perintis tidak diberlakukan pengetatan identitas calon penumpang dan penetapan nomor kursi penumpang.

Cukup sering terjadi insiden keributan, bahkan disertai ancaman saat petugas Trigana Air di bandara mencoba memperketat identitas calon penumpang, sehingga pilihan tidak memberlakukan hal itu menjadi alternatif terbaik agar selalu aman damai di Tanah Papua.

Lalu, siapa yang patut disalahkan ketika terjadi musibah kecelakaan pesawat dan seluruh penumpang beserta awak pesawat dinyatakan tewas, namun ada penumpang yang tidak terdata dalam manifes?.

 Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Herry Dosinaen, hal ini perlu dibicarakan secara baik, hingga ditempuh solusi yang tidak merugikan pihak mana pun.

"Itu memang perlu pembicaraan lebih lanjut. Maskapai juga harus punya komitmen, dan masyarakat pengguna jasa penerbangan pun semestinya memahami hal ini," ujarnya.

Agaknya, upaya Menhub menertibkan administrasi calon penumpang, perlu diikuti komitmen maskapai, dan dukungan masyarakat secara luas. [Antara]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah