-->

LP3BH Nilai Kekerasan di Papua Semakin Meningkat

MANOKWARI - Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari sebagai salah satu Organisasi Masyarakat Sipil (Non Governmental Organization) di Tanah Papua mencatat intesitas kekerasan yang dilakukan oleh aparat kemanan negara, baik dari POLRI maupun TNI yang berdimensi pelanggaran hak asasi manusia yang berat menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM senantiasa terus menunjukkan grafik tetap dan meningkat sepanjang tahun 2015 ini.

Hal itu dapat dibuktikan dengan beberapa kasus berikut sebagai indikator, yaitu kasus penembakan yang diduga keras telah dilakukan oleh seorang oknum anggota TNI Angkatan Darat dari Sub Den POM DAM XVII-B Jayawijaya berinisial FA terhadap seorang pemuda (korban) bernama Paskalis Kossay pada hari Jum’at (27/11) lalu tanpa sebab apapun

Juga kasus tertembaknya 12 warga sipil di Kampung Wanampompi, Distrik Anggaisera – Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua oleh sekelompok aparat keamanan, Selasa (1/12) mengakibatkan 4 orang tewas dan 8 lainnya luka-luka.

Sebenarnya di dalam penggunaan senjata api oleh aparat keamanan, khususnya POLRI, seharusnya dilakukan dengan cara yang menjamin adanya penghormatan terhadap hak atas hidup, kebebasan, dan keamanan semua orang, termasuk mereka yang diduga melakukan kejahatan.

Penggunaan kekuatan menjadi subjek jaminan perlindungan HAM yang ketat sebagaimana diatur di dalam instrument internasional UN Code of Conduct for Law Enforcement Officials (1979) dan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (1990).

Tindakan aparat kepolisian pada kasus tersebut diatas dapat diduga telah bertentangan dengan Peraturan Kapolri (perkap) Nomor 1/2009 tentang Penggunaan kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

“Di dalam perkap tersebut menyediakan antara lain bahwa penggunaan kekuatan hanya sebagai upaya terakhir dan digunakan secara proporsional terhadap ancaman yang dihadapi serta harus dirancang untuk meminimalisir kerusakan atau kerugian” tulis Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy,SH dalam press releasenya yang diterima media ini, kamis (10/12)

Indikatornya, misalnya kasus penyampaian pendapat dari Alexander Nekenem, dkk di bawah organisasi Komite Nasional Papua barat (KNPB), 20 Mei 2015 dengan mendesak Negara-negara anggota Melanesian Sperahead Group (MSG) untuk menerima aplikasi keanggotaan dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) saja pada akhirnya bermuara di pengadilan.

Dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Manokwari baru-baru ini, Alexander Nekenem, Maikel Aso, Yoram Magai dan Narko Murib masing-masing divonis bersalah melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan tindakan melawan hukum menurut pasal 160 KUH Pidana jo Pasal 55 KUH Pidana dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dipotong selama mereka berada dalam tahanan sementara.

Selain itu, salah satu Pemimpin gerakan Papua Merdeka, Filep Karma baru saja menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman/pdaian 11 tahun penjara akibat dituduh melakukan tindak pidana makar berdasarkan ketentuan pasal 105 dan 106 KUH Pidana.
Kendatipun Presiden Republik Indonesia, Ir.H.Joko Widodo dalam kunjungannya pada 27 Desember 2014 ke Jayapura-Papua sempat menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus penembakan yang diduga keras melibatkan aparat TNI dan POLRI di Lapangan Karel Gobay, Enarotali – Kabupaten Paniai – Provinsi Papua, 8 Desember 2014 lalu.

Dalam peristiwa tersebut 4 (empat) warga sipil yang kesemuanya adalah pelajar, yaitu Apius Gobay (16), tertembak di perut; Alpius Youw (18) tertembak di pantat; Simon Degey (17) tertembak dirusuk kiri; dan Yulianus Yeimo (17) tertembak di perut dan punggung. Sementyara itu paling sedikit ada 17 orang korban warga sipil lainnya yang mengalami luka, yang diduga keras akibat terkena tembakan senjata api atau bayonet oleh pasukan keamanan dari TNI dan POLRI saat itu.

Hingga saat ini langkah hukum dalam konteks investigasi hak asasi manusia oleh KOMNAS HAM sebagai lembaga yang berkompeten menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM belum dapat dilaksanakan demi memperoleh bukti yang sah menurut hukum, guna dapat menyeret para terduga pelakunya ke pengadilan.

LP3BH Manokwari mencatat bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap jelas dari kasus-kasus tersebut diatas semakin hari semakin menjukkan tentang intensitas ekskalasi kekerasan aparat keamanan (POLRI dan TNI) di Tanah Papua yang terus meningkat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini jelas dan nyata.

Disamping itu, ruang bagi implementasi hak kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul serta hak kebebasan berekspresi bagi Orang Asli Papua dalam konteks penyampaian pendapat yang berbeda di Negara Republik Indonesia nyata-nyata senantiasa dihalangi dan bahkan dihadapi dengan mengedepankan anasir-anasir kekerasan dalam bentuk penggunaan senjata api yang melampaui prosedur menurut aturan perundangan yang berlaku.

Sehingga pada akhirnya senantiasa berekses pada terjadinya tindakan-tindakan aparat keamanan (POLRI dan TNI) yang terindikasi kuat merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud di dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Berkenaan dengan peringatan 67 Tahun Hari HAM Se-Dunia, 10 Desember 2015, LP3BH turut mendesak Presiden Joko Widodo agar segera membuat keputusan penting dalam menghentikan dan mengendalikan segenap operasi keamanan apapun nama dan bentuknya di Tanah Papua dalam penggunaan senjata api sesuai prosedur standar yang diatur di dalam segenap instrumen internasional maupun hukum negara dan peraturan internal Kapolri dan Panglima TNI.

LP3BH juga mendesak Presiden Jokowi dan pemerintahnya agar segera membuka akses dan ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi yang kurang lebih sama seperti di Negara-negara maju seperti Spanyol untuk kasus Catalunya, Belgia dan Inggris untuk Irlandia Utara maupun Canada untuk Quebec serta Perancis untuk Gerakan Pembebasan Kanaky maupun Papua New Guinea untuk Rakyat Bougenville.

LP3BH juga mendesak Presiden Jokowi untuk mencermati dan menyikapi dengan cara-cara dan pendekatan yang bijak terhadap perkembangan ekskalasi eksternalisasi dan regionalisasi isu Papua di kawasan Pasifik dan Negara-negara Melanesia yang makin luas dan bermakna dari sisi Hak Asasi Manusia dan Isu Penentuan Nasib Sendiri.

Penggunaan kekuatan aparat keamanan polisi dan militer yang berlebihan menurut pandangan kami tidak selalu dapat memperoleh suatu hasil yang baik dalam konteks penyelesaian sebuah persoalan negara menurut prinsip-prinsip demokrasi moderen, dimana Indonesia kini menjadi salah satu contoh yang baik di kawasan Asia dan Dunia.

“Presiden Jokowi harus dapat memastikan bahwa segenap oknum pelaku lapangan maupun pemegang kendali komando baik di POLRI maupun TNI yang terlibat dalam setiap peristiwa pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua kini dan di masa lalu seharusnya dapat diproses hingga dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya menurut aturan perundang-udangan yang berlaku” pungkasnya.

Kami memandang bahwa pendekatan penyelesaian masalah di Tanah Papua yang berakar pada konflik sosial-politik dan konflik pandangan dan pemahaman terhadap sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI serta aspirasi Papua Merdeka tidak bisa lagi dipandang sebagai separatisme yang senantiasa harus dihabisi, karena sesungguhnya semangat separatisme itu ada di segenap negara-negara maju dari sisi ekonomi seperti halnya di Eropa.

Sehingga langkah penyelesaian secara damai melalui Dialog yang bersifat inklusif dan ekslusif menjadi sebuah tawaran yang makin urgen dan mendesak bagi Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dewasa ini.

Dengan hadirnya ULMWP sebagai salah satu kekuatan Orang Papua di tingkat reginal Melanesia dan Pasifik dewasa ini dan kedudukan Indonesia yang diwakili 5 Propinsi (NTT, NTB, Maluku, Papua dan Papua Barat) sebagai Associate Member di MSG, kiranya dapat menjadi peluang bagi dimulainya pembahasan soal konflik dan langkah penyelesaian damai di Bumi Cenderawasih melalui jalur dialog tersebut. [Wiyainews]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah