-->

Pagelaran Green Youtefa Performing Art (GYPA) di Dermaga Abesauw

KOTA JAYAPURA - Aktivis lingkungan di Kota Jayapura dan sekitarnya mengkampanyekan lingkungan hijau, indah, sejuk dan berseri lewat kegiatan Green Youtefa Performing Art (GYPA) yang akan digelar Sabtu (25/3) di Dermaga Abesauw, Distrik Abepura.

Ketua Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG) yang juga Ketua Panitia kegiatan Fredy Wanda, di Kota Jayapura, Papua, Jumat, mengatakan acara tesebut merupakan bentuk kepedulian para aktivis lingkungan yang mempunyai latar belakang berbeda namun satu tujuan, melindungi Teluk Youtefa dari pencemaran lingkungan.

"Momen puncak untuk menyuarakan kondisi kerusakan kawasan pesisir Teluk Yotefa yang didiami tiga kampung, yakni Tobati, Engros, dan Nafri akhirnya bisa digelar kegiatan Green Youtefa Performing Art," kata Fredy Wanda, usai pertemuan dengan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Port Numbay.

Dermaga Abesauw yang terletak di bibir pantai Teluk Youtefa, Distrik Abepura sebagai panggung alam, kata dia lagi, menunjukkan bukti konkret ada hal yang harus segera dipikirkan dan ada kesadaran yang harus ditumbuhkan.

"Teluk Youtefa kian terancam dari berbagai sisi. Tak hanya soal sampah yang menjadi hal klasik, tetapi juga tinggi angka pencemaran air, udara, laju sendimentasi hingga abrasi termasuk bergeser nilai-nilai kearifan lokal," katanya pula.

Berdasarkan kondisi itulah, kata dia, sebuah event bertajuk Green Youtefa Performing Art (GYPA) digelar untuk mengimbau dan mengajak masyarakat sekitar Teluk Youtefa dan pada umumnya warga Kota Jayapura bahwa kondisi Teluk Youtefa sudah sangat memprihatinkan.

"Ketika kondisi lingkungan tak bersahabat, sehebat apa pun kita tentu sulit melawan dampak negatif yang muncul dimana-mana. Lewat GYPA ini kami mencoba menyuarakan, melakukan protes dan menunjukkan kondisi riil apa yang sedang terjadi dan kemungkinan terjadi," katanya pula.

Fredy menambahkan, GYPA hanya sebagai pemicu untuk menumbuhkan kesadaran, sebab yang utama adalah mengubah sikap kurang peduli dengan teluk yang awalnya disebut Youth Faa oleh masyarakat setempat.

Iam Murda, akademisi dari Kampus ISBI Tanah Papua yang menjadi koreografer panggung dan tari GYPA mengatakan, GYPA digagas oleh anak-anak muda yang memiliki visi perubahan, menggugah lewat cara dan ide kreatif dari kemampuan masing-masing yang dimiliki.

"Kami tidak terlalu kaku dengan panggung konvensional. Apa yang alam berikan dengan bentuk apa pun itulah yang akan jadi panggung teman-teman nanti. Mereka akan mengeksplorasi kondisi apa saja di lapangan," kata Iam Murda.

Ia menyebutkan GYPA akan menampilkan cerita hutan perempuan yang perlahan hilang, perlawanan peri bumi dengan raja sampah, sajian musik ansambel, teater, termasuk foto sejarah tentang teluk itu sendiri.

"Nantinya mama-mama dari Kampung Engros juga akan ambil bagian. Mereka akan mengeluhkan kondisi hutan dan semua yang dilakukan lahir secara alami. Saya cukup bangga dengan adegan ini. Kami menemukan bakat alam yang muncul begitu saja dan saya sangat kagum," katanya pula.

Pembina GYPA, Ketua LMA Port Numbay George Awi mengatakan bahwa masyarakat kota tak boleh berpaling dari kerusakan Teluk Youtefa, mengingat teluk ini telah memberi makan ribuan orang.

"Dari teluk ini juga melahirkan tokoh-tokoh atau pejabat di Port Numbay. Sementara Teluk Youtefa terus terkikis dengan pencemaran lingkungan dan ketidakpedulian manusia. Apa yang mau kita titipkan untuk anak cucu nanti, kalau kita sempat merasakan banyak ikan, jernih air, kenapa kita mewariskan sesuatu yang rusak. Saya sendiri memberi apresiasi event ini karena orang luar juga mau bersuara," kata Awi lagi.

GYPA digagas oleh FPPNG yang berkolaborasi dengan akademisi dari Kampus ISBI Tanah Papua serta LMA Port Numbay, dengan hampir 100 peserta yang akan terlibat, termasuk berbagai komunitas jantung kota bahkan putra-putri atau Tanj Monj Jayapura juga ikut ambil bagian.

"Saya harus melakukan perubahan itu, bukan siapa-siapa, tapi dimulai dari saya sebagai contoh anak negeri. Kami ajak semua masyarakat peduli lingkungan sebelum kena imbas dari murka alam," kata Zipora Mano, pemenang Monj 2017. (antara/ foto : lintaspapua)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah