-->

Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tingginambut Jadi Komoditas Politik

KOTA JAYAPURA - Pengamat Hukum Internasional, dan Sosial Politik di Papua, Marinus Yaung, mengatakan, kekerasan, teror, intimidasi, dan segala macam bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di wilayah Tingginambut, Puncak Jaya merupakan komoditi politik paling utama oleh pihak-pihak asing yang sedang memperjuangkan pemisahan Papua dari NKRI.

Bahkan seluruh laporan kekerasan di Tingginambut dalam beberapa minggu ini sudah sampai di Kantor Perwakilan Papua Merdeka di Kota Oxford Inggris. Kondisi ini bisa menjadi modal perjuangan politik Benny Wenda dan kawan-kawannya untuk menarik dukungan dan simpatisan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Papua.

Menurut Dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIK Uncen Jayapura ini bahwa, jikalau terus dibiarkan dan ditutup-tutupi fakta dan kebenaran adanya pelanggaran HAM di Tingginambut, maka pemerintah tidak secara langsung ikut terlibat dalam mempercepat proses kemerdekaan Papua.
 
Kasus wilayah Sudan Selatan dari Negara Sudan Tahun 2011 hampir sama dengan kasus di Tingginambut, ada fakta dan data tentang pelanggaran HAM berat di Sudan Selatan, tetapi Pemerintah Sudan tidak pernah mengakui hal itu. Kondisi ini sama dengan situasi terkini di Tingginambut, jadi apabila terjadi responsibility to protect oleh Amerika Serikat atau Australia atas dasar kemanusiaan, maka Papua dipastikan akan digiring ke referendum.
  
“Hemat saya kalau kasus Tingginambut tidak diselesaikan dengan segera maka referendum tinggal menunggu waktu terjadi di tanah Papua,” ungkapnya kepada wartawan di kediamannya, Rabu, (29/05/2013).
 
Untuk itu, solusinya bahwa wakil rakyat di DPRP harus memanggil Kapolda, Panglima, dan menghadirkan para korban kekerasan Tingginambut untuk duduk bersama meng-clear-kan pelanggaran HAM yang terjadi di Tingginambut. Kemudian bentuk tim investigasi bersama untuk turun  langsung ke lapangan agar data yang didapatkan berimbang. Karena kalau investigasi dilakukan sepihak, nanti hasilnya juga tidak valid dan terkesan memihak.
 
Baginya, kasus pelanggaran HAM Tingginambut termasuk dalam extra ordinary crime karena terindikasi dilakukan secara terstruktur dan sistematis, baik yang dilakukan rakyat terhadap TNI/Polri dan juga sebaliknya. Dengan demikian perlu segera dibentuk tim investigasi bersama guna tuntaskan pelangagaran HAM ini agar tidak dijadikan komoditi pihak asing untuk mempercepat lepasnya Papua dari NKRI.
 
Berikutnya, elit politik lokal yang menyeret TPN-OPM terlibat dalam kepentingan politik mereka di Pemilukada Puncak dan Puncak Jaya untuk bertanggungjawab dengan semua kekerasan dan intimidasi yang dialami masyarakat di Tingginambut kemarin, (29/05/2013). Elit politik jangan jadikan TPN-OPM sebagai alat pressure dan alat intimidasi terhadap lawan politik karena situasi ini akan menjadi bola liar kekerasan politik yang berakibat jatuhnya korban jiwa di semua kalangan masyarakat termasuk korban jiwa pihak keamanan juga.

“Saya dengar TPN-OPM juga sudah lelah dengan perjuangan kekerasan di hutan-hutan karena sudah waktunya untuk ruang dialog segera dibuka antara pemerintah dengan TPN-OPM per sektoral dalam wilayah kekuasaan pimpinan TPN-OPM masing-masing,” pungkasnya.

Pangdam Bantah

Sementara itu terkait penyataan Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda bahwa sesuai dengan laporan masyarakat ada 5 warga Tingginambut Puncak Jaya dikabarkan hilang, dibantah oleh Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen Christian Zebua. Itu hanya issu yang sengaja dihembuskan oleh pihak tertentu yang tak bertanggung jawab.

“Tak benar ada warga Tingginambut hilang, kami sudah kirim tim investigasi untuk merespon issu itu dan sampai sekarang issu itu tak benar,”ujar Pangdam, Rabu 29 Mei.

Pangdam mengatakan, dirinya menjamin aparatnya dilapangan tidak akan mengganggu warga tak terkecuali di Tinginambut. “Saya jamin warga tidak akan diganggu, tugas prajurit kan untuk melindungi warga,”paparnya.

Menurut Pangdam, tudingan adanya razia disertai penyiksaan bahkan penghilangan warga pasca penembakan 8 prajurit TNI, hanya issu yang dilempar kelompok tertentu yang ingin mengacaukan situasi. “Itu hanya issu atau rumor yang dilempar untuk mendiskreditkan aparat keamanan,”jelasnya.

Mengenai permintaan DPRP untuk menarik pasukan dari Tingginambut yang selama ini dikenal sebagai markas OPM pimpinan Goliat Tabuni, Pangdam mengklaim dirinya belum mendengar. “Saya belum dengar permintaan itu,”singkatnya.[BintangPapua| WestPapuaMedia]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah