-->

Masjid di Karubaga Harus Direstui Gereja Injili di Indonesia (GIDI)

KOTA JAYAPURA - Juru bicara Komite Umat (Komat), Adnin Armas ngotot agar upaya pembangunan kembali Masjid baitul Mutaqqin di Karubaga, Kabupaten Tolikara dapat diijinkan oleh Sinode Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) sebagai umat beragama mayoritas di wilayah itu.

Mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Muslim diwilayah tersebut harus memenuhi syarat utama sebelum mendirikan tempat ibadah, diantaranya adalah daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

Selain itu, mereka juga harus memiliki tanah sendiri, sedangkan Tanah Papua sendiri memiliki aturan yang berbeda terkait pelepasan tanah apalagi di wilayah Pegunungan Tengah, sebab mayoritas tanah di penjuru wilayah Papua termasuk di Tolikara merupakan tanah adat yang dikelola secara kolektif oleh para pemilik hak ulayat.

Namun, ia mengklaim syarat dan ijin ini bukan menjadi masalah sebab pihaknya melalui pemerintah pusat akan memaksa masyarakat di Karubaga untuk mengikuti kebijakan negara ini, yang menurut dia sudah 'membolehkan pembangunan masjid' di wilayah tersebut.

Apalagi, kata dia, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah menganjurkan hal tersebut.

"Mendagri sudah menganjurkan hal itu, GIDI harus mengikuti kebijakan yang diatur," harap Adnin  Kamis (23/7), malam.

Ia mengklaim pelarangan pembangunan masjid bertentangan dengan aturan di Indonesia yang menjamin kebebasan pemeluk agama. Untuk itu, Komat akan terus berupaya membangun masjid di lokasi sebelumnya.

Sayangnya ia sendiri belum tahu cara untuk menyelesaikan dua syarat utama ini serta kepemilikan tanah di Karubaga.

Sebelumnya, Bupati Tolikara Usman G Wanimbo memastikan bahwa izin pembangunan masjid di sana harus berurusan dengan GIDI yang secara organisasi merupakan payung dari para pemilik hak ulayat adat Tolikara.

“Soal (pendirian masjid) itu urusan dengan gereja. saya tidak bisa bicara,” ujar Usman usai prosesi peletakan batu pertama ruki (rumah dan kios) di bekas kantor Sekretariat Partai Golkar di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara pada Kamis, (23/07)

Usman menambahkan, kepastian pendirian Masjid Baitul Muttaqin harus dibicarakan juga dengan pihak yang memegang tanah adat yang punya hak ulayat di Tolikara.

“Soal komentar itu saya tidak bisa tanggapi. Karena itu selalu ada urusan dengan gereja. Jadi yang ada saja yang bisa saya bicara,” ujarnya.

Usman menegaskan yang terbakar di Karubaga adalah mushala. Sebab yang selama ini diketahui oleh pemerintah dan pihak gereja sebagai satu-satunya tempat ibadah umat Islam di Tolikara adalah mushalla sementara, bukan mushala permanen, apalagi masjid.

“Sesuai dengan apa yang disebutkan pada saat peletakan batu pertama bersama Mendagri itu adalah mushala sementara,” ujarnya.

Seorang tokoh Muslim Karubaga Ustad Ali Muchtar menyatakan, dalam tradisi umat Islam di Indonesia, jika sudah dipakai untuk shalat Jumat maka sudah bisa disebut sebagai Masjid. Dari papan nama yang diletakkan di dalam ruangan masjid pun tertera nama: Masjid Baitul Muttaqin Karubaga.

“Kita tidak terlalu mempersoalkan apakah itu penyebutannya mushala atau masjid yang penting adalah fungsinya,” tutur dai kelahiran Tanah Jawa ini.

Masjid Baitul Muttaqim telah ada di Karubaga sejak pertengahan tahun 1980-an. Terletak di dekat pusat lokasi perdagangan di Karubaga, Masjid itu kerap digunakan umat Muslim Karubaga terutama kaum pendatang.

Selain itu usaha untuk mendapatkan restu dari GIDI juga akan semakin sukar, sebab selama pemberitaan media nasional beberapa pekan ini oleh berbagai lembaga dan tokoh agama diluar Papua yang selama ini buta tentang Papua selalu menuding GIDI sebagai kelompok anarkis dan extrimis yang dituding melakukan gerakan separatis. Tudingan tanpa dasar ini dikoarkan tanpa pernah tahu fakta sebenarnya yang terjadi di wilayah tersebut. [Republika/Papuanesia]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah