-->

DPR RI Adakan RDP Terkait PHK 125 Karyawan Redpath Indonesia

TIMIKA (MIMIKA) – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 125 karyawan PT Redpath Indonesia, yang digelar di ruang rapat komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara I, Jakarta pada Selasa (22/11).

Berdasarkan hasil wawancara Salam Papua bersama Wilhelmus Pigai yang merupakan anggota DPR Papua (DPRP) sekaligus panitia kerja PHK 125 karyawan PT Redpath DPR Papua, menjelaskan, RDP yang akan digelar komisi IX DPR RI merupakan hasil perjuangan dalam rangka meminta dukungan dari berbagai pihak khusunya pada internal pemerintahan.

Wilhelmus Pigai atau sapaan akrab Mus Pigai, mengatakan bahwa RDP yang akan digelar pada hari ini sangat diapresiasi, sebab komisi IX DPR RI sangat merespon surat panitia kerja DPR Papua terkait masalah PHK 125 karyawan Redpath untuk selanjutnya dilakukan audiens.

"Saya selaku Pansus PT Redpath DPR Papua, dengan mereka (DPR RI) mengundang kami hari Selasa untuk melakukan RDP. Mereka juga mengundang pihak direksi PT Freeport Indonesia, direksi PT Redpath, serikat pekerja, pokoknya semua diundang, termasuk Bupati. Diharapkan rapat nanti didapatkan keputusan yang final, sehingga 125 karyawan yang sudah di PHK itu bisa memperoleh keadilan," jelas Mus Pigai, saat wawancara bersama Salam Papua, Senin (21/11) via telepon. 

Oleh sebab itu menurut Mus, tidak ada alasan bagi Redpath untuk menolak 125 pekerja tersebut kembali bekerja, sebab Redpath telah melakukan PHK dengan alasan pengunduran diri, sehingga tidak menerima 125 pekerjanya kembali.

"Jadi Redpath harus menerima kembali 125 karyawan ini, apalagi kita sudah mengirim surat langsung ke perusahaan Redpath di Canada, dan itu saya sendiri sudah ke Amerika, dan saya sudah kirim langsung surat itu, dan diharapkan ada keputusan yang baik untuk mereka (125 pekerja yang di PHK)," terangnya.

Selain itu, dalam hal ini juga Mus tidak menginginkan adanya oknum-oknum pada internal Redpath sendiri yang ikut bermain, sebab dirinya melihat bahwa di dalam masalah ini terdapat sejumlah oknum yang bermain.

"Saya melihat seperti itu. Ini anak-anak Papua yang memiliki potensi dan intelektualitas yang bagus, jangan sampai anak-anak Papua yang memiliki potensi dan intelektualitas yang sangat bagus ini, karena merasa frustasi, sudah mendapatkan lapangan pekerjaan yang bagus, terus mereka terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang justru melawan NKRI," tegasnya.

Oleh sebab itu, masalah ini harus diproteksi dan diperhatikan, terutama hak-hak 125 pekerja Redpath tersebut, sebab masalah ini bisa dibilang sebagai sebuah pelanggaran HAM.

"Pelanggaran HAM yang selama ini kita berteriak bukan terjadi pada kasus pembunuhan maupun kriminal terhadap orang Papua, tetapi juga pelanggaran HAM dari sisi ekonomi, budaya, maupun sosial. Nah ini termasuk bagian dari itu," tuturnya.

Selain itu, owner PT Redpath diminta benar-benar memperhatikan masalah ini, dan pastinya Mus akan kembali berangkat ke Amerika untuk mendorong agar owner PT Redpath harus memperhatikan hal-hal seperti ini.

"Dan saya pasti terbang lagi ke Amerika untuk mendorong supaya owner dari Redpath ini harus memperhatikan masalah ini, dan harus benar-benar diperhatikan dan diputuskan," katanya.

Tidak hanya itu, Mus juga meminta agar PT Freeport Indonesia menarik kembali blacklist atau surat elektronik yang dikirim dua tenaga kerja asing, dan merupakan karyawan ekspatriat. Dimana akibat blacklist tersebut menyebabkan 125 pekerja tidak bisa diterima pada puluhan perusahaan yang ada dan beroperasi di area pertambangan PT Freeport Indonesia.

"Saya minta kepada perusahaan Freeport untuk menarik kembali blacklist atau surat elektronik yang dikirim oleh dua karyawan ekspatriat untuk memutihkan mereka, dengan cara menarik kembali surat elektronik tersebut. Kalau tidak, kami DPR Papua yang akan mendorong supaya dua karyawan ekspatriat yang mengirim surat elektronik supaya mereka ini tidak diterima lagi untuk bekerja di lingkungan perusahaan Freeport, supaya polisi negara ini menangkap mereka berdua," tegas Mus.

"Karena itu anak-anak ini tidak bisa mengajukan lamaran pekerjaan lagu di sekitar 25 perusahaan privatisasi dan perusahaan sub-sub kontraktor yang bekerja di Freeport untuk mereka tidak bisa bekerja lagi akibat dari surat elektronik ini, email ini," tambahnya.

Sementara itu terkait hal ini juga, Mus bersama pihaknya akan terus mendorong, dan juga meminta pertanggung jawaban dari PT Freeport Indonesia. 

"Kami akan dorong ini terus dan Freeport bertanggungjawab, karena bagaimanapun secara langsung atau tidak, Freeport terlibat dalam masalah ini, sehingga Freeport juga harus bertanggungjawab dengan masalah ini," tegas Mus.

Sebelumnya diketahui bahwa, upaya demi upaya terus dilakukan Mus bersama jajaranya untuk memperjuangkan hak-hak 125 pekerja Redpath, yang mana ia menilai bahwa 125 pekerja ini telah di PHK secara sepihak, tanpa mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku di Negara Indonesia.

Dalam RDP Komisi IX DPR RI, pihak-pihak yang diundang mengikuti RDP terkait penanganan masalah ketenagakerjaan antara lain, panitia kerja DPR Papua, Bupati Mimika, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika, Direksi PT Redpath Indonesia, Direksi PT Freeport Indonesia, dan Pengurus Serikat Pekerja PT Redpath Indonesia. (salampapua.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah