-->

BPK Minta Pemda Jelaskan Perbedaan Pemeriksaan Laporan Keuangan ke Masyarakat

 
KOTA JAYAPURA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia meminta bantuan kepada seluruh Pemerintah daerah untuk memberi pengertian kepada masyarakat dan media terkait adanya perbedaan metodologi dalam pemeriksaan laporan keuangan pokok.

Dalam hal ini berkaitan dengan investigasi yang bertujuan untuk mengungkap adanya tindak pidana korupsi.
Kepala BPK - RI Perwakilan Provinsi Papua, Beni Ruslandi, SE, M.Com. Ak.CA mengakui jika tindak pidana korupsi suap yang sering diberitakan media banyak tidak terkait dengan laporan keuangan.

“Seperti kasus e-KTP yaitu kejadian pada saat penyusunan anggaran untuk kegiatan tersebut tentu di luar scope pemeriksaan keuangan karena sesuai aturannya, BPK tidak terlibat dalam proses penyusunan dan pembahasan anggaran dengan DPR,” ungkapnya saat menerima laporan keuangan Unaudited Pemerintah daerah se-Provinsi Papua Tahun Anggaran 2016, di kantor BPKP RI Perwakilan Provinsi Papua, Jumat (31/3).

Untuk itu, Ruslandi kembali mengajak seluruh kepala daerah untuk bekerja sama memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menjadi persoalan terutama kepada Pemda yang laporan keuangannya sudah WTP.

“WTP kami berikan berdasarkan penilaian terhadap kesesuaian pelaksanaan akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” tandasnya.

Lebih lanjut, teranf Ruslandi, pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI adalah untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan yang disajikan oleh Pemda.

Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksaan mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah.

“Tentu mencakup pengungkapan disclosures dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta sistem pengendalian intern,” sambungnya.

Hal tersebut mengacu pada Pasal 31 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang keuangan negara.

Dalam aturan tersebut, menetapkan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 bulan 6 hari setelah tahun anggaran.

Kemudian, Pasal 204 dan Pasal 16 UU Nomor 12 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara menetapkan bahwa BPK RI berperan melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang salah satu jenis pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.

Dirincikan, perkembangan opini BPK atas LKPD tahun 2013 sampai dengan 2015 dimana opini WTP dari 10 Pemda pada 2013 menjadi 12 Pemda di tahun 2015.

Opini WDP dari 12 Pemda pada tahun 2013 menjadi 10 Pemda pada tahun 2015 atau menurun sebesar 16 persen karena sebagian Pemda opininya meningkat menjadi WTP.

Sementara, opini TMP (Disclaimer) dari 15 Pemda pada 2013 menjadi 12 Pemda di tahun 2015.

“Tidak ada Pemda yang memperoleh opini TW pada tahun 2015 dari satu Pemda yang memperoleh opini ini pada tahun 2013,” tegas Ruslandi.

Peningkatan opini tersebut khusus pada 2015 bukan hal mudah karena adanya penerapan secara penuh akuntansi berbasis akrual untuk pertama kali.

“Olehnya itu dalam kesempatan ini saya memberikan apresiasi kepada Pemerintah daerah yang telah mengalami perbaikan pengelolaan keuangan yang ditunjukkan dengan membaiknya opini dari BPK,” ucapnya.

Lanjut Ruslandi, BPK juga telah melakukan berbagai upaya untuk membantu dan mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan pendahuluan.

“Pemeriksaan pendahuluan ini adalah untuk menilai kesiapan Pemda dalam menyusun laporan keuangan dan memberikan masukan usulan perbaikan jika dari hasil pemeriksaan pendahuluan tersebut masih ditemukan ada kekurangan,” urainya.

Tujuan pemeriksaan keuangan adalah untuk memberikan opini atas kewajaran karena diakuinya masih ada perbedaan persepsi bahwa opini harus bebas korupsi atau ketika ada permasalahan hukum.

“Opini adalah atas kewajaran bukan atas kebenaran karena tidak ada kebenaran di dalam laporan keuangan karena yang ada hanyalah kewajaran,” tandas Ruslandi.

BPK juga meminta bantuan kepada seluruh Pemda agar memberikan pengertian kepada masyarakat dan media bahwa ada perbedaan metodologi dalam pemeriksaan laporan keuangan pokok yaitu investigasi yang bertujuan untuk mengungkap adanya tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi suap yang sering diberitakan media banyak tidak terkait dengan laporan keuangan.

Seperti kasus e-KTP yaitu kejadian pada saat penyusunan anggaran untuk kegiatan tersebut tentu di luar scope pemeriksaan keuangan karena BPK tidak memeriksa proses penyusunan dan pembahasan anggaran dengan DPR.

Untuk itu, Ruslandi kembali mengajak seluruh kepala daerah untuk bekerja sama memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menjadi persoalan terutama kepada Pemda yang laporan keuangannya sudah WTP.

“WTP kami berikan berdasarkan penilaian terhadap kesesuaian pelaksanaan akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” tukasnya. (antara)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah