-->

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI Hingga 10 Oktober 2017

 
JAKARTA - PT Freeport Indonesia sudah bisa melakukan kegiatan ekspor konsentrat kembali hingga Oktober 2017 menyusul kesepakatan penetapan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku 10 Februari-10 Oktober.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, mengatakan rekomendasi ekspor konsentrat sudah dikeluarkan sejak 17 Februari.

"Totalnya 1.113.000 ton untuk satu tahun," katanya.

Bambang mengatakan rekomendasi ekspor memang diberikan untuk periode per tahun. Namun, ia mengatakan pengawasan tetap dilakukan setiap enam bulan.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menjelaskan, dengan dikeluarkannya IUPK yang bersifat sementara itu, maka Freeport akan dapat melakukan ekspor konsentrat selama periode berlakunya status kontrak yang baru.

"Dan membayar bea keluar," katanya.

Teguh mengatakan dengan keluarnya IUPK tersebut, pemerintah juga masih tetap menghormati ketentuan dalam Kontrak Karya (KK).

"Landasan operasional untuk 8 bulan adalah IUPK. Tapi ketentuan di KK masih kita hormati. Dalam beberapa hal kita masih menghormati KK," ujarnya.

Terus cari solusi Teguh yang juga Ketua Tim Perundingan Pemerintah dan Freeport menjelaskan pemerintah dan Freeport akan terus mencari solusi dalam kisruh status kontrak.

Ia menuturkan ada dua pendekatan yang dilakukan yakni penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang. Untuk penyelesaian jangka pendek, yakni terkait kelangsungan operasi Freeport, telah disepakati dengan ditetapkannya IUPK yang bersifat sementara.

Ada pun untuk penyelesaian jangka panjang dengan merundingkan sejumlah hal diantaranya ketentuan terkait stabilitas investasi, keberlangsungan operasi Freeport, divestasi serta pembangunan smelter (fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral).

"Mulai minggu depan akan ada perundingan kedua untuk penyelesaian jangka panjang selama delapan bulan sejak 10 Februari dan berakhir 10 Oktober 2017. Kami masih punya waktu ke depan," katanya.

Tim perunding terdiri atas Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri serta pemerintah daerah di Papua.

Status IUPK yang bersifat sementara itu diakui Teguh memang belum memiliki payung hukum. Namun, ia meyakini tidak ada pelanggaran dalam kesepakatan tersebut. Terlebih kesepakatan tersebut diambil dengan tetap mempertimbangkan kedaulatan negara.

"UU memberi ruang pada pemerintah dan badan usaha untuk mencari solusi terbaik. Setelah berunding, keduanya sepakat. Tentu dengan tetap mempertimbangkan kedaulatan negara. Untuk regulasi yang memayungi, kami akan mengakomodasikan untuk melandasi hal itu," katanya. (antara)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah