-->

Jeremy Bally, Pria asal Kanada yang Peduli dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua

KOTA JAYAPURA - Seorang pria Kanada yang bersepeda melintasi tujuh negara selama enam bulan untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat, akhirnya mencapai Selandia Baru.

Pria Kanada yang bernama Jeremy Bally ini, lulusan University of Victoria, bersepeda sejauh ribuan kilometer dari Kanada guna mengumpulkan uang dan membangun kepedulian dunia internasional buat Papua. Bally memulai aksi bersepedanya ini sejak tanggal 27 April 2011 dari Victoria menuju New Found Land St Yohanes, Kanada.

Bally, mengaku tak punya latar belakang bersepeda. Baik sebagai pesepeda profesional ataupun hanya sebatas hobby saja. Ia mengatakan jika dirinya hanya menemukan cara berkontribusi untuk permasalahan dunia dengan bersepeda.

“Saya menemukan cara yang baik untuk berkontribusi pada masalah dunia. Bagi saya itu adalah bersepeda. Saya memasang bendera Bintang Kejora pada sepeda saya dan saya pikir itulah alat terbaik yang saya miliki untuk menarik perhatian orang. Karena orang akan bertanya, ‘Apa itu?’ Itulah cara kita dapat terlibat dalam sebuah cerita dan dengan cara itu saya bisa meluangkan waktu yang saya habiskan di jalan dan membuatnya sebagai sebuah kampanye untuk meraih kepedulian, kata Bally kepada Jubi, Sabtu (12/10/2013) pagi.

Bally mengatakan selama bulan Januari hingga Februari, ia telah mewawancarai sembilan orang Papua Barat yang hidup di luar Indonesia  sebagai pengungsi atau di pengasingan, melalui Skype. Ia mencatat semua percakapannya dengan orang-orang Papua tersebut dan membuatnya menjadi sebuah narasi selama 60 menit.

“Dengan bantuan sponsorsip saya membuat animasi, yang diproyeksikan di samping saya saat berkampanye di atas panggung, yang dibuat di setiap pemberhentian saya. Peran saya adalah untuk berhenti sejenak dan memutar animasi dan menceritakannya menggunakan kata yang diucapkan dan diiring musik hip-hop dari ukulele .” lanjut Bally.

Setiap pertunjukkan yang dilakukannya ini, menurut Bally didasari oleh semangat meningkatkan kepedulian terhadap Papua. Dalam pertunjukkannya ini Bally bercerita tentang persoalan-persoalan di Papua dan tantangan masyarakat asli Papua. Pelanggaran hak asasi manusia, pendudukan militer dan eksploitasi lingkungan.

Untuk mempersiapkan perjalanannya ini, Bally menghabiskan tiga bulan berkeliling, wawancara dan belajar bahasa di Papua. Ia juga pernah mengalami perampokan saat berada di Papua. Beberapa wawancaranya dengan warga Papua, hilang dalam perampokan tersebut.

“Saya dirampok sekali. Mereka mengambil ponsel saya yang ada rekaman wawancara di dalamnya. Saya telah memindahkan beberapa rekaman dan menghapusnya setelah dipindahkan. Tapi masih ada dua file yang mencakup nama dan lokasi.” kata Bally.

Bally tidak memungkiri, aparat keamanan di Papua bisa menangkap dan mendeportasi dirinya tapi ia lebih khawatir pada orang-orang yang telah dia wawancarai karena mereka bisa dipenjara akibat wawancara tersebut.

“Saya merasa benar-benar didedikasikan untuk melakukan ini karena orang tua saya. Mereka telah menerapkan konsep berbagi dan bermasyarakat, yang pada dasarnya berpikir bukan untuk diri sendiri. Saya sangat berterima kasih kepada mereka untuk membawa saya pada cara ini,”. kata Bally tentang ide bersepedanya ini. [TabloidJubi]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah