-->

Ali Mukhtar Akui Kehidupan Antar Umat Beragama di Karubaga Selalu Harmonis

KARUBAGA (TOLIKARA) - Ustad Ali Mukhtar, 38 tahun, menuturkan, selama sembilan tahun tinggal di Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, hubungan umat Islam dengan Kristen berlangsung harmonis. Ia kaget dengan terjadinya kericuhan saat salat id di lapangan Koramil 1702-11 Karubaga pada Jumat pekan lalu.

“Perlu saya sampaikan juga, selama saya sembilan tahun di sini, belum pernah terjadi gesekan atau insiden, baik ancaman maupun pelarangan. Kita biasa salat, aman-aman saja. Hubungan kami juga harmonis bersama saudara-saudara kami di sini,” kata Ustad Ali kepada Tempo saat ditemui di tempat pengungsiannya di kompleks perumahan Koramil Karubaga, Tolikara, Selasa, 21 Juli 2015.

Hubungan harmonis itu dia contohkan, ketika kios yang sekaligus rumah tinggalnya hangus dilalap api, seorang putra daerah Tolikara beragama Kristen memberikan rumahnya di kompleks Koramil 1702-11 untuk tempat tinggal ustad Ali dan keluarganya. “Kami sudah dianggap keluarga,” ujar pria asal Ngawi, Jawa Timur, tersebut.

Rumah didominasi warna hijau berdinding kayu itu bersebelahan dengan markas Koramil. Tepat di atas pintu masuk, aksesori Natal bertuliskan “Merry Christmas and Happy New Year” masih tergantung. Warna hijau dan merah tampak pudar. Di dalam kamar, beberapa keluarga ustad Ali tiduran di lantai yang terbuat dari papan.

Ustad Ali mengenang saat ia sering diundang ke acara-acara umat Kristen di Tolihara. Ia juga diundang saat merayakan ulang tahun Gereja Injili di Indonesia (GIDI). “Kalau ada duka, kami juga datang,” ucapnya. Karena seringnya hadir dalam pertemuan yang diadakan GIDI, ia pun mendapat sapaan sebagai wujud persaudaraan antarumat. “Mereka panggil saya Bapak Gembala Islam,” tuturnya sambil tersenyum.

Mendapat sapaan itu, Ustad Ali menerimanya. Kata “gembala” disematkan karena ia merupakan pemimpin umat Islam di Tolikara. Dalam tradisi Kristen, pemimpin umat disebut gembala.

Oleh para orang muda Papua di Tolikara, ustad yang sehari-hari berdagang sembako ini disapa Pak Ustad atau Pak Imam.

Keharmonisan hubungan antarumat beragama yang dialaminya selama ini yang membuatnya kaget dengan munculnya amuk massa peserta Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani yang diadakan GIDI. “Saya kaget sekali,” katanya.

Kebakaran saat kerusuhan membuat Ustad Ali kehilangan seluruh harta bendanya. Kios sekaligus jadi tempat tinggalnya yang berdempetan dengan Masjid Baitul Muttaqim ludes dimakan api. Kerusuhan itu terjadi setelah ratusan peserta seminar dan kebaktian tersebut mendesak salat id dibubarkan karena mengganggu acara mereka. Aksi protes itu membesar setelah terdengar tembakan dari aparat dan berlanjut dengan lemparan batu ke arah kios dan lapangan markas Koramil. Sebelas orang terluka dan satu orang meninggal dalam peristiwa itu.  [Tempo]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah