-->

Gereja Katolik Minta Lukas Enembe dan Abraham Atururi Kedepankan Dialog Damai

KOTA JAYAPURA - Sebanyak 75 pastor dari lima keuskupan se tanah Papua, yakni Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Agats, Keuskupan Timika, Keuskupan Manokwari-Sorong, dan Keuskupan Jayapura meminta Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Gubernur Papua Barat, Abraham O Atururi mengedepankan dialog damai dalam menyelesaikan masalah di tanah Papua.

Para Pastor juga mengeluarkan 15 point rekomendasi atas sejumlah persoalan yang terjadi di Bumi Cenderawasih, diantaranya adalah pembangunan sejumlah gedung sekolah mulai dari SD hingga SMA hingga ke kampung-kampung, namun tidak dibarengi dengan proses belajar mengajar yang normal karena banyaknya guru yang meninggalkan tempat tugas.

Apalagi mayoritas murid di pelosok kampung adalah masyarakat asli Papua yang sangat kurang mendapatkan pelajaran yang menjadi haknya. Banyak anak asli Papua diluluskan dari ujian SD, sekalipun tidak bisa membaca dan menulis.

“Kami sedih karena hal ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Kami tidak bisa menerima situasi dan kenyataan ini, karena jelas-jelas merupakan pembiaran, penipuan, pembodohan, dan pembunuhan karakter. Ini adalah kelalaian guru,” kata Pastor Niko Jumari JK, perwakilan dari Unio Keuskupan Agung Merauke.

Begitupun dengan kondisi kesehatan masyarakat di Papua dan Papua Barat, banyak gedung pelayanan kesehatan dibangun, namun penyebaran HIV/AIDS, minuman keras (miras), narkoba, tetap mengancam eksistensi orang asli Papua.

Para pimpinan gereja katolik ini juga melihat ketidakadilan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Tindakan kekerasan dibalas dengan kekerasan. Padahal semua kekerasan menghambat pembangunan, mengusik perdamaian, dan melukai hati dan batin banyak orang.

“Kami berharap di era otsus ini, pemerintah daerah harus membuat program yang kena sasaran sesuai keadaan rakyat dan mampu menjadi teladan serta memberikan contoh yang baik.Sebab sampai saat ini kami menyaksikan hak dasar masyarakat adat Papua kurang dihargai dan lingkungan hidup yang diciptakan Tuhan dihancurkan demi pembangunan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA),” ujarnya.

Sejumlah kasus pelanggaran HAM masih terjadi di tanah Papua, lalu kecurigaan dan ketidakpercayaan mewarnai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan orang Asli Papua, antara aparat keamanan TNI-POLRI dan rakyat Papua, antara orang asli Papua dan warga Papua yang berasal dari luar Tanah Papua.

Jumlah masyarakat pendatang di tanah Papua pun bertambah secara cepat, apabila Pemda setempat tidak melakukan pengendalian kependudukan, maka jumlah warga Papua yang datang dari luar Tanah Papua melampaui jumlah orang Asli Papua, seperti yang sudah terjadi di Kota Jayapura, Merauke, Timika, Nabire, Manokwari, dan Sorong.

“Kami mendukung kedua Gubernur dan para bupati di tanah Papua untuk menolak kekerasan dan mengutamakan dialog, sebagai sarana untuk menemukan solusi terbaik. Kami mendorong bapak Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat untuk menyampaikan kepada Pemerintah Pusat agar masalah Papua dapat diselesaikan melalui dialog damai, dengan melibatkan semua kelompok pemangku kepentingan. Kami percaya bahwa semua persoalan dapat dibahas secara mendalam, secara tenang dan tanpa kekerasan melalui dialog, sehingga solusi-solusi terbaik dapat ditemukan,” kata Unio Keuskupan Jayapura, RD Neles Tebay. [Gatra]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah