-->

Joko Widodo Tawar Relokasi Guna Atasi Wabah Campak dan Gizi Buruk di Asmat

JAKARTA, PAPUA.US - Presiden Joko Widodo menyadari beratnya kendala para petugas di lapangan untuk mengatasi wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Dia pun membuka opsi relokasi untuk menangani masalah ini.

"Kondisi di Asmat, Agats, dan Nduga itu sangat berat, tetapi yang penting mencarikan jalan keluar agar penduduk lain tidak terkena campak dan gizi buruk. Pemerintah berupaya maksimal mencarikan jalan keluar dengan solusi jangka panjang mengingat peristiwa ini berulang setiap tahun," kata Jokowi di GOR Dempo Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatra Selatan, Senin, 22 Januari 2018.

Menurut dia, pemerintah daerah menawarkan agar penduduk dari tempat terpencil disebar ke kota yang mudah dijangkau. Dengan begitu, warga bisa lebih dekat dengan unit kesehatan.

"Untuk persiapan rumah, kabupaten punya kemampuan, provinsi juga punya, pusat siap membantu. Namun, tidak semua dilimpahkan ke pusat. Kabupaten terdekat bisa melihat, mengecek, dan memonitor. Ini kan mengubah budaya (masyarakat)," lanjut Jokowi.

Presiden menambahkan kasus campak dan gizi buruk seperti di Kabupaten Asmat tidak bisa ditutup-tutupi. Semua pihak harus mencarikan bantuan bagi warga Asmat dan sekitarnya agar wabah tidak meluas.

Masalah di Papua ialah lokasi desa yang tersebar dan jauh dari kota. "Dari Wamena ke Donga lewat hutan bisa empat hari. Di Asmat rawa-rawa, harus naik boat 3 atau 4 jam. Biayanya Rp3 juta-Rp4 juta. Itu fakta di lapangan," tambah Jokowi.

Berdasarkan penelusuran Kementerian Sosial, ada sekitar 7.000 warga terindikasi campak dan sebagian menderita gizi buruk. Menurut Menteri Sosial Idrus Marham, sebanyak 175 orang menjalani rawat inap di rumah sakit dan sebagian lagi di gereja.

"Ada lagi sekitar 300 anak jalani rawat jalan. Ke depan, penanganan kasus ini harus terpadu."

Terkait dengan penggunaan dana otsus yang salah sasaran, Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku kecewa terhadap Bupati Asmat Elisa Kambu menyusul kasus gizi buruk dan campak yang telah merenggut 67 anak di Distrik Agats. Apalagi gelontoran dana otsus ke Pemkab Asmat terbilang besar selain APBD yang juga besar, yakni Rp1 triliun lebih.

"Saya heran ada KLB (kejadian luar biasa) di Asmat. Porsi dana otsus ke kabupaten dan kota itu sekitar 80% dan hanya 20% di provinsi. Dana otsus itu 15% wajib untuk kesehatan. Lalu ada dana dari kartu Papua sehat dan APBN. Kerja apa ini bupati dan dinas kesehatan? Atau jangan-jangan sudah tidak ada petugas di lapangan," ujar Lukas di Jayapura, kemarin.

Menurut Gubernur, kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi di Papua seperti di Kabupaten Yahukimo, Nduga, dan Deiyai. "Kasus di Asmat membesar karena tidak segera diatasi dengan baik."

Lukas akan meminta pertanggungjawaban Bupati Asmat terkait dengan raihan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. "Saya mau tahu kerja bupati. Setiap tahun administrasi keuangan Asmat selalu WTP. WTP berarti semua berjalan bagus. Dana otsus digunakan untuk pendidikan dan kesehatan, tetapi malah terjadi KLB di sana. Saya heran."

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal menyebutkan aparat keamanan terus memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban di Distrik Atsj. "Kebanyakan pasien anak di bawah lima tahun. Apabila dianggap tidak serius, anak-anak hanya diberi obat dan asupan makanan yang cukup untuk memulihkan kesehatan mereka," kata Kamal. (MetroTV)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah