-->

Edward Sembiring Nilai Banjir Bandang Sentani Bukan Akibat Penebangan Liar

Edward Sembiring Nilai Banjir Bandang Sentani Bukan Akibat Penebangan LiarJAYAPURA, LELEMUKU.COM - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua mengklaim bencana banjir bandang yang terjadi di Sentani, Kabupaten Jayapura, bukan disebabkan oleh penebangan liar hasil hutan yang ada sekitar pegunungan Cagar Alam Cyclop.

Dari hasil analisis instansi itu, bencana terjadi akibat hujan lebat di hulu yang menyebabkan tanah tak mampu lagi menyerap air.

Dimana dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setempat disebutkan, curah hujan mencapai intensitas 114 militemer. Yang mana angka ini, jauh lebih tinggi dibanding curah hujan di Kota Jayapura sebesar 86 milimeter, namun tetap mampu menenggelamkan Pasar Youtefa.

“Dari analisis kami terhadap Kali Kemiri dan Sere yang tiba-tiba airnya kabur beberapa pekan lalu hingga memicu banjir bandang, ternyata ada longsor secara alami hingga menutupi daerah aliran sungai”.

“Nah dugaan kami setelah longsor alami, seperti ada terbentuk tanggul alam. Sehingga ketika hujan tanggul tersebut jebol. Inilah yang sebabkan tanah runtuh dan otomatis kayu termasuk yang berukuran besar tumbang ke arah sungai ikut terbawa sampai ke jalan-jalan di wilayah sentani dan sekitarnya,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Edward Sembiring, disela-sela upacara hari Rimbawan, di Halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin pagi.

Lebih lanjut dijelaskan dia, tanggul alam yang terjadi di sekitar Kali Kemiri dan Sere besar kemungkinan diakibatkan oleh gempa bumi yang dalam sepakan ikut memicu patahan di beberapa titik.

Dimana dari gempa bumi itu pun dipastikan ada sejumlah tanggul alam yang rusak. Oleh karenanya dia mengimbau warga tetap waspada dengan kondisi curah hujan yang tinggi di wilayah Jayapura dan sekitarnya tersebut.

Ditanya mengenai penggunaan lahan cagar alam cyclop untuk kebun oleh sebagian warga Papua, sambung dia, hal itu sebenarnya tidak dibenarkan. Kendati demikian dia berharap kedepan agar masyarakat tak lagi mengganggu ekosistem hutan di cyclop.

“Tentu dengan membuat kebun ada lahan yang dialihkan fungsinya sehingga bisa berpengaruh kepada kondisi alam di masa mendatang. Memang tidak dibenarkan orang membuat kebun di pegunungan cyclop, tetapi lagi-lagi kita harus melihat dari aspek sosial dan ekonomi,”pungkas ia.(DiskominfoPapua)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah