-->

Eliezer Yan Bonay, Gubernur Papua Pertama yang Nasionalis

ANGKASAPURA (KOTA JAYAPURA) - Eliezer Yan Bonay, Gubernur Pertama Irian Barat (1 Mei 1963-1964 Akhir), yang wafat  ketika  menjadi  delegasi  Indonesia  di Negeri Belanda pada  13 Maret 1990  silam.Seorang tokoh nasional. Ia  menganut paham nasionalisme sejati. Ia merangkul semua suku, semua  elemen  tanpa pandang bulu. Ia melihat Papua  itu satu dan utuh didalam NKRI. 

Demikian disampaikan Ny. Heemskercke Bonay, S.E., Putri Eliezer Yan  Bonay ketika dimintai kesaksiannya terkait perjuangan ayahandanya  mengembalikan Irian Barat  ke pangkuan NKRI  pada  1 Mei 1963,  dikediamannya Jalan Lembah No.12, Angkasa Indah III, Angkasapura, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Minggu (11/08/2013).

Ny. Heemskercke mengajak  saudara-saudara  sebangsa dan setanah air terutama berdomisili di Papua  untuk  bersama membangun Papua agar menuju Papua yang sejahtera, damai, abadi sesuai dengan cita – cita Proklamasi Kemerdekaan 1945.

“Kita mempunyai tanggungjawab moral sebagaimana ditunjukan  Eliezer Yan  Bonay, seorang tokoh pejuang yang dijuluki  Gubernur integrasi bangsa yang mengembalikan Irian Barat  ke pangkuan NKRI  pada  1 Mei 1963,”  ujar  Ny. Heemskercke. 

Karena itu, ujar  Ny. Heemskercke, pihaknya menghimbau kepada pihak  tertentu supaya jangan terus-menerus  protes. Tapi sebagai umat yang  percaya,  marilah semua berdoa pasti secara alamia  Tuhan akan memberikan jalan  terbaik, bila memang kita sungguh-sungguh.

“Tapi yang kita mau lihat adalah kemerdekaan yang hakiki. Kemerdekaan bagi kesejahteraan rakyat di Tanah Papua ini,” ujar Ny. Heemskercke.

Ny. Heemskercke mengkisahkan kembali  kesaksian ayahandanya  Eliezer Yan  Bonay  pada  tanggal 23 Mei 1979  di kediaman sangat  sederhana pada waktu santai malam hari.  Ia  ingin memperjuangkan satu  cita-cita yang agung, yang besar,  menggunakan akal dan hati nurani, maka  akan tercapai  yang diperjuangkan  dengan aman, tanpa gesekan-gesekan  yang  membawa penderitaan bagi siapapun.

Menurut  Ny. Heemskercke, ayahandanya  Eliezer Yan Bonay menyampaikan pesan kepada generasi mudah untuk selalu giat belajar, kuasai ilmu yang diminati, praktekan ilmu dalam kerja nyata. Apa yang ditujuh pasti dicapai atas karunia Allah, karena keinginan kita. Ingat selalu semua  yang ada didunia  ini diciptakan Allah untuk  kebahagiaan.

“Karena semua yang terjadi dalam kehidupan cinta kasih, saling mengasihi, bukan milik mutlak seseorang  untuk kesenangannya sendiri. Semua harus dapat bagian walaupun porsinya tak sama. Kalau dapat lebih, ingat yang dapatnya kurang dalam segala segi  kehidupan,” ujar Ny. Heemskercke.

Ny. Heemskercke menuturkan,  ayahandanya  juga menyampaikan kepada para  pemuda agar jangan terbawa emosi kalau mau aman. Tapi pergunakan akal cemerlang  atas dasar ilmu dan hati nurani yang  bijaksana atas dasar  hasil perjuangan untuk kesejahteraan, ketenteraman semua orang-orang bukan untuk  kemenangan atas kesenangan sendiri saja, biar orang  lain  menderita. Jangan berontak –rontak ingin kuasai  sesuatu  tanpa dasar ilmu yang dimiliki untuk melanjutkan kekuasaan atas  apa yang ingin dikuasainya. Tanah ini kaya  namun  tanpa ilmu  untuk menggalinya, untuk  dimilikinya, untuk mengelola dan menikmatinya, biar orang lain yang sudah berilmu mengelolahnya sekarang.

“Selangkah demi selangkah  dengan ilmu yang kita miliki, kekuasaan atas kekayaan itu  akan dikaruniakan kepada kita dengan jalan alamiah yang tanpa  sikut sana sikut sini,”  tandas Ny. Heemskercke.

Dikatakan  Ny. Heemskercke, ayahandanya  Eliezer Yan Bonay  sejak pemuda   memilih  bergabung  bersama Partai Nasional (PARNA). Selangkah demi selangkah  sampai naik ke jenjang politik, menjadi anggota Volksraad, DPR-nya pada waktu itu  untuk memperjuangkan suatu cita-cita.  

Waktu itu masih sedikit tokoh-tokoh  yang paham politik, namun yang sedikit itu ternyata kuat daya pemikirannya dan memiliki nurani kebijaksanaannya. Di sela-sela waktu perundingannya Irian Barat ketika  berhasil  membebaskan diri dari genggaman penjajah yang menyangkah dapat  mempertahankan daerah Timur, dipisahkan dari  daerah Barat.

Disela-sela waktu perundingan dengan Pemerintah Belanda, ayahandanya diculik dan dipertemukan  dengan  mendiang Jenderal Panjaitan di Born, Jerman Barat yang menyampaikan  pesan-pesan dari Presiden pertama RI Ir.  Soekarno  yang terpisah  lautan, padahal masih nerupakan satu kesatuan negara, gigih sekali Belanda mempertahankan tanah kaya  raya ini melalui perundingan – perundingan  di PBB, Linggarjati dan Renville.

Setelah lepas ada kelompok yang salah paham, yang ingin berdiri sendiri, dan memisahkan diri dari kesatuan yang belum memahami tujuan  kemerdekaan itu. Namun bapak sampaikan beri  pengertian kepada mereka makna  NKRI itu. Maka dibuatkanlah Musyawarah Irian Barat pertama tahun 1964  waktu permulaannya  ada  yang terkena isu Belanda  untuk mengadakan Plebisit (Pemungutan Suara). Muncul pro kontra padahal Musyawarah itu diadakan untuk pernyataan penentuan nasib sendiri (self determination), kebulatan tekat bersatu  tetap menjadi bagian dari NKRI.

Pada waktu  itu timbul kelompok yang akan mengibarkan bendera yang direkayasa seakan-akan bendera negara Papua merdeka, padahal setelah diamati  blau  garis lintang yang kalau disusun-susun baik  nampak bendera Belandanya. Tak  berhasil mereka mengibarkan itu, artinya ayahanda dan rekannya tak dapat dibujuk untuk hadir  pada pengibaran bendera itu.  Ayahandanya tetap pada  pendiriannya  bergabung dengan NKRI, dalam arti berpemerintahan satu, NKRI, sebagai  negara merdeka dan berdaulat, yang dulunya  jajahan Belanda. [BintangPapua]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah