-->

Taman Bunga Bangsa Oyehe Dipalang Aparat, Sejumlah Tokoh Nabire Mengadu ke DPRD

NABIRE - Sejumlah tokoh Papua di Nabire, Selasa, (13/08/2013)  mengadukan pemalangan Taman Bunga Bangsa Oyehe di Nabire Papua oleh aparat gabungan TNI/Polri kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nabire.

Tokoh Papua di Nabire yang terdiri dari aktivis HAM, tokoh gereja, tokoh masyarakat, kepala suku, dan tokoh adat itu memdesak  DPRD untuk menggelar rapat bersama Pemerintah Daerah (Pemda), Dandim, dan Kapolres untuk membicarakan secara resmi terkait pemalangan itu.

Sejumlah tokoh itu menilai, lokasi taman bunga bangsa di Oyehe, Nabire adalah tanah adat milik semua orang Papua dan tempat sakral. Sehingga, dengan alasan apa pun tidak diperkenankan untuk memalang dan mengklaim.

"Tempat itu bukan milik satu dua orang. Itu milik semua orang Papua, karena ditempat itulah setiap tanggal 1 Desember rakyat Papua menggelar doa dan menyampaikan aspirasi politik mereka. Jadi, pemalangan ini sangat mengganggu rakyat Papua," kata tokoh adat di Nabire, Ruben Edowai.

Atas desakan itu, siang tadi, DPRD Nabire membagikan undangan resmi kepada Pemda, Dandim, dan Kapolres, serta tokoh-tokoh masyarakat untuk menggelar rapat mendadak pada pukul 16.00 WIT. Rapat berhasil digelar pada pukul 17.30 WIT di Gedung DPRD Nabire, dipimpin Ketua 1 DPRD Nabire Yehuda Gobay.

Pantauan majalahselangkah.com, hadir pada rapat  itu wakil Dandim 1705 Nabire;  Kapolres Nabire, AKBP Bahara Marpaung; Asisten 1 Setda Nabire;  dan sejumlah tokoh masyarakat. Pertemuan diskor 2 x 15 menit karena dinilai wakil dari Pemda hanya diwakili oleh Asisten 1.

Dalam rapat itu, beberapa pihak meminta rapat ditunda karena Bupati dan Wakil Bupati berhalangan hadir. Sementara beberapa yang lain meminta untuk pertemuan tetap dilanjutkan untuk menghasilkan keputusan pada malam ini juga. Karena dinilai, masyarakat datang karena merasa keamanannya terganggu.

Kapolres Nabire, AKBP Bahara Marpaung misalnya mengusulkan pertemuan bersama digelar setelah tiga hari kemudian, usai HUT RI. Senada juga disampaikan Kepala Suku Besar, Yakobus Muyapa. "Kami mau, semua pihak hadir dulu baru bicara. Rapat ditunda besok pagi karena di sana ada masalah jadi kami datang," katanya.

Senada dengan Yakobus Muyapa, Ruben Edowai mengatakan, "Kami tunggu semua pihak dari Pemda hadir dulu. Kami minta penjelasan dari semua pihak besok pagi, kenapa tanah kami diambil. Pada spanduk itu tertulis dari Pemda tetapi yang memadang spanduk dan memalang adalah TNI/Polri. Kenapa bukan Pol PP yang pasang kalau dari Pemda. Kami juga tanya, kenapa sejak kemarin TNI/Polri jaga Taman Bunga Bangsa dengan senjata lengkap," katanya tegas.

Kepala Suku Yerysiam Nabire, Hanebora pada rapat itu mengatakan, hal yang  membuat masyarakat adat terganggu adalah soal pemalangan dua pintu masuk taman bunga bangsa Oyehe dan spanduk.

Anggota DPRD, Marthen Gobay justru meminta untuk mengambil keputusan pada malam ini atas masalah tersebut. "Mereka datang karena ada masalah jadi harus diselesaikan malam ini," katanya.

Anggota DPRD lain, Herry Senandi mengusulkan untuk TNI/Polri mengkoordinasi dengan Pemda. Karena, menurutnya, hal itu adalah masalah keamanan daerah.

Asisten 1 Setda Nabire pada rapat itu mengatakan, pihaknya tidak tahu tentang spanduk itu. "Saya sendiri tidak tahu, masalahnya apa? Kapan dipasang dan perintah siapa? Saya tahu setelah bapak sampaikan. Jadi, saya akan diskusikan lagi dengan pemerintah," katanya.

Tawar menawar berakhir dengan usulan untuk pertemuan digelar kembali pada tanggal 19 Agustus 2013 mendatang. Tetapi, disepakati, palang dibuka dan spanduk diturunkan besok pagi, Rabu, (13/18/2013).

Masalah untuk lokasi kita akan kumpul kembali tanggal 19 Agustus untuk dibicarakan secara bersama-sama. Tapi, untuk pemalangan dibuka dan spanduk diturunkan besok pagi, kata Ketua 1 DPRD Nabire, Yahuda Gobay berkesimpulan.

Yahuda berharap, pada pertemuan tanggal 19 Agustus semua pihak hadir untuk menyelesaikan status tanah lokasi taman bunga bangsa itu. "Semua anggota DPRD dan Pemda, Polisi dan Damdim harus hadir semua. Kalau ada acara silahkan batalkan," tutur Yahuda mengahiri rapat.

Ketika dimintai keterangan, aktivis Hak Asasi Manusia Papua di Nabire, Yones Douw mengatakan, pihaknya memahami keberatan masyarakat atas pemalangan ini.

"Di taman itu ada tiga kuburan atas nama Menase Erari, Maximus Bunai, dan Wellem Maniwarba. Mereka ditembak pada 28 Pebruari 2000 sampai 4 Maret 2000 saat pengibaran Bintang Kejora selama 8 bulan waktu itu. Jadi, kita dapat memahami protes dari masyarakat ini," katanya.

Sementara, KPNB wilayah Nabire menuding, pemalangan itu adalah bagian dari pengekangan kebebebasan ekspresi bagi rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat.

"Inikan semua orang tahu, tanggal 15 Agustus akan diadakan Parade Budaya Papua di seluruh tanah Papua. Untuk Nabire, seperti biasa akan dipusatkan di Taman Bunga Oyehe karena di sanalah tempat rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat mereka. Kami hanya memediasi rakyat Papua," katanya.

Ia menjelaskan, parade budaya dimediasi oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk memperingati diselenggarakannya New York Agreement pada 15 Agustus 1962 lalu dan sekaligus mendukung pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Belanda pada tanggal 15 Agustus 2013.

Kata Kudiay, panitia telah memberikan surat pemberitahuan ke Polisi, tetapi hingga saat ini Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) belum diterbitkan. Tetapi sejak kemarin Senin 12 Agustus 2013, aparat keamanan palang tempat di mana kami akan sampaikan aspirai.

"Kami sangat kecewa dengan pembumkaman kebebasan ekspresi oleh TNI/Polri di Papua," tutur Sadrak.

Diketahui, majalahselangkah.com memberitakan pada edisi, Minggu, 30 Juni 2013, rakyat Papua di Nabire juga menolak rencana penataan taman ini. [MajalahSelangkah]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah