-->

'Epen Cupen,' Film Super Lucu Setengah Porsi

JAKARTA - Selama ini, gaya bercanda yang tampil di layar kaca Indonesia masih seputar lawakan bergaya Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Aktor-aktor komedi seperti Bolot, Sule dan Parto bisa dibilang berhasil mengocok perut masyarakat Indonesia dengan logatnya yang lucu.

Padahal Indonesia terdiri dari 33 propinsi yang pastinya memiliki keunikan gaya bercanda masing-masing. Dan tawa adalah bahasa yang paling universal, yang semestinya bisa menjadi keuntungan bagi para pekerja seni Tanah Air untuk memopulerkan lawakan lokal.

Bosan dengan lawakan Pulau Jawa, kini masyarakat Indonesia khususnya yang pecinta film bisa terhibur dengan gaya bercanda khas Indonesia Timur. Sebuah film karya sutradara Irham Acho Bachtiar sudah ditayangan kepada media, pada hari ini (11/5), dan akan tayang di bioskop Indonesia, pada Rabu (13/5).

Film itu berjudul Epen Cupen. Jika ada yang pernah mendengar nama ini sebagai serial komedi ala Papua di situs YouTube, itu benar. Film Epen Cupen diangkat dari serial lokal Papua berjudul Epen Kah Cupen Toh yang sudah ditonton orang jutaan kali di YouTube.

Film ini dibintangi oleh sang pemain serial, Celo, yang asli dari Papua. Bersama pemain asal Papua lainnya, ia beradu peran dengan Marissa Nasution, Edward Gunawan, Babe Cabiita dan Pierre Gruno.

Acho, sang sutradara biasa dipanggil, bukan yang pertama menyutradarai film dengan tema Papua. Sebelumnya ia pernah menyutradarai film laga berjudul Lost in Papua pada 2011.

Film Epen berkisah mengenai pemuda asal Papua bernama Celo (Celo) yang diperintahkan ayahnya untuk mencari saudara kembarnya. Di tengah perjalanan, ia bertemu pemuda asal Medan bernama Babe (Babe) yang sedang terlilit masalah keuangan.

Setelah tidak sengaja terangkut penerbangan ke Jakarta, Celo dan Babe malah terlibat masalah dengan geng yang dipimpin oleh Stella (Marissa Nasution) yang menginginkan warisan yang dimiliki oleh kembaran Celo.

Awal menyaksikan film ini, jujur saja rasanya tidak terbersit rasa simpati. Karena seperti yang sudah-sudah, rasanya film komedi di Indonesia hanya seputar slapstick dan kalimat sarkas.

Tapi setelah menonton film Epen, kekhawatiran itu lumayan terobati. Setengah jam awal, banyak adegan lawak dilakukan karakter Celo, keluarganya dan Babe yang berdialog dengan bahasa Papua dan Medan.

Adegan sarung adalah salah satu favorit penonton saat penayangan perdana. Padahal, jika diucapkan dalam bahasa Betawi, Sunda atau Tegal, mungkin adegan itu akan biasa saja.

Saking lucunya lawakan khas Papua itu, banyak penonton tidak peduli dengan kegagalan yang terjadi, seperti cara karakter memegang pistol, efek tembakan ke badan dan kemustahilan lainnya.

Setengah jam kedua, plot cerita mulai pindah ke Jakarta. Sayang, tidak banyak tawa yang membahana hingga menjelang setengah jam terakhir film usai.

Rasanya plot itu terlalu biasa, dipaksakan dan kurang Papua. Hanya segelintir penonton yang tertawa ketika Celo berdialog dengan beberapa pemain pendukung yang merupakan komika komunitas stand-up comedy Indonesia.

Film Epen sukses menjadi film komedi setengah porsi, karena hanya setengah bagian awal film ini saja yang mampu menghibur penonton.

Kalau seandainya film ini 100 persen berlatar konflik Celo dan teman-temannya di Papua, sudah pasti film ini bisa menjadi film komedi yang melegenda seperti Warkop DKI, Kabayan dan Naga Bonar. [CNN]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah