-->

Willem Wandi Nilai Otsus Plus Sebagai Wujud 53 Tahun Papua Mencari Keadilan

KOTA JAYAPURA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI ) perwakilan Papua, Willem Wandi, S.Sos mengungkapkan, Otonomis Khusus Otsus (Otsus) Plus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat adalah, bentuk implementasi dari konsensus bernegara yang tertuang dalam empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.

Kata Willem dari politisi Partai Demokrat ini, bahwa menurut Prof. Notonagoro menjelaskan makna keadilan sosial yang tertuang dalam sila ke-5 Pancasila menjelaskan tentang “kesesuaian sifat dan keadaan dimana negara menghadirkan keadilan bagi warga negara”.

Dalam hal ini rakyat di Tanah Papua tidak meminta sesuatu yang melebihi rasa keadilan menurut nilai yang diyakini oleh rakyat Papua.

“Pancasila telah diakui sebagai sistem nilai yang membentuk “idealitas” tentang tujuan bernegara oleh bangsa Nusantara. Dimana didalamnya terdapat nilai-nilai universal yang diakui kebenarannya, termasuk nilai keadilan yang saat ini terus diperjuangkan oleh rakyat di Tanah Papua,” katanya.

Sebagai solusi dalam kerangka ketatanegaraan, substansi perbaikan yang dikehendaki dalam Otsus Plus mencakup tujuh aspek, yaitu :

1). Perlindungan dari hak-hak dasar orang asli Papua (Protection of fundamental rights of the indigenous people of Papua).
2). Pengakuan identitas dari orang Papua (Recognition of identity of the Papuan people).
3). Penerimaan terhadap orang asli Papua (Affirmative policies for the indigenous people of Papua).
4). Percepatan pembangunan (Accelerated development).
5). Pemerataan pembangunan yang adil (Redistribution equitable development).
6). Keterwakilan dari orang asli Papua dalam berbagai bidang (Representation of indigenous people of Papua in various sectors).
7). Pembaharuan Papua sebagai tanah damai (Reconciliation to Papua as a land of peace).

Untuk itu, kata Willem, substansi yang ingin dicapai dalam Otsus Plus sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dikehendaki oleh Pancasila.

Dari ketujuh aspek yang dikehendaki mengalami perbaikan oleh rakyat Papua, tidak satupun bernada ancaman terhadap empat pilar kebangsaan.

Sikap paranoid dari para “penganut paham nasionalisme NKRI harga mati” yang sering menebar ketakutan yang berlebihan terkait posisi Otsus Plus yang dipandang oleh mereka sebagai skenario yang dapat mengancam NKRI. Padahal unity tidak akan berguna apabila tujuan kesejahteraan bersama sebagai sebuah bangsa tidak bisa dicapai.

“Secara substansi justru Otsus Plus dipandang sebagai jalan keluar yang “soft” untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Tanah Papua dan dapat menyelamatkan NKRI,” katanya.

Menurutnya dalam pembukaan UUD 1945, konsensus bernegara yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia disatukan oleh konsepsi tentang kemerdekaan, persatuan, kedaulatan, keadilan dan kemakmuran.

Konsepsi tentang persatuan “unity” mendapatkan porsi yang sama dengan keinginan yang luhur untuk terbebas dari penjajahan, memiliki kedaulatan sebagai bangsa, memperoleh keadilan dan tercapainya kemakmuran bersama.

Bahkan lanjut dia, persoalan penting yang terjadi di Tanah Papua yang hingga hari ini terus menjadi polemik di tengah-tengah rakyat Papua adalah distribusi keadilan di berbagai sektor yang masih dipandang bermasalah. Jika persoalan di Tanah Papua tidak tuntas, maka sudah barang tentu akan menjadi ancaman yang serius terhadap keutuhan NKRI.

Kemudian, kehadiran konsepsi Otsus Plus sebagai bentuk alat perjuangan rakyat Papua yang menghormati sistem hukum dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Rakyat Papua melalui representasi wakil rakyat di Parlemen dan Pemerintahan, memilih pemecahan persoalan Papua melalui kerangka “sistem” bernegara.

“Kehadiran Otsus versi tahun 2001 belum dapat menjawab sejumlah persoalan penting yang terjadi di Tanah Papua. Hal ini ditandai dengan hadirnya gejala sosial di tengah-tengah rakyat Papua yang menyuarakan ketidakpuasan terkait Otsus versi tahun 2001,” tukas Willem.

Untuk itu, pemerintah Pusat tidak boleh menggunakan pendekatan konflik untuk menuntaskan persoalan di Tanah Papua. Mata rantai kekerasan tidak akan berhenti dengan membunuh sebagian rakyat karena jalan perjuangan yang mereka pilih. Justru akan semakin memicu gelombang kekerasan yang lebih besar dan tidak berkesudahan.

Secara subtansi persoalan di Papua adalah persoalan yang terkait dengan distribusi keadilan diberbagai sektor. Seharusnya Pemerintah Pusat lebih mengedepankan pendekatan sistem ketatanegaraan yang didasarkan pada aspirasi kolektif rakyat Papua, dibanding terus menerus melanggengkan praktek konflik.

“Rakyat Papua, sebagai bagian dari warga bangsa yang menghormati sistem nilai dan hukum dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, telah memulai “dialog kebangsaan” dengan mengajukan proporsal perbaikan terhadap Otsus versi tahun 2001 yang dipandang masih banyak memiliki kekurangan,” cetusnya.

Lebih lanjut disampaikan Willem Wandik, bahwa kehadiran draft Otsus Plus dipandang sebagai pendekatan sistem ketatanegaraan yang lebih menyejukkan dibanding menempuh jalan konflik yang justru bertentangan dengan nilai-nilai dalam Pancasila dan UUD 1945, yaitu untuk melindungi segenap rakyat dan mencapai kemakmuran bersama.

Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam Otsus Plus, tidak berlebihan rasanya jika pada hari ini sejumlah stake holder di Tanah Papua mencoba menjembatani masa pencarian 53 tahun rakyat Papua dengan tiada hentinya bersuara tentang keadilan bagi bangsa dan Tanahnya, melalui upaya yang diakui secara konstitusional dan tidak bertentangan dengan empat pilar kebangsaan. [BintangPapua]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah