-->

Kesalahpahaman Warga Muslim jadi Pemicu Kericuhan di Karubaga

KARUBAGA (TOLIKARA) – Idul Fitri 1436 Hijriah di Tanah Papua diwarnai kericuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara yang berujung penembakan dan pembakaran beberapa kios.

Insiden ini dipicu oleh kesalahpahaman antara warga Karubaga dengan umat muslim di Karubaga yang hendak menjalankan Sholat Ied secara terbuka di Makoramil 1702-11/Karubaga.

Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIdI), Pendeta Dorman Wandikbo dari lokasi kejadian di Karubaga menjelaskan, awal mula terjadinya penembakan oleh aparat keamanan ini ketika beberapa pemuda mendatangi mushola Karubaga.

Tujuannya, untuk meminta warga di mushola agar tidak menggunakan toa (pengeras suara) saat melakukan Sholat Ied.

Pasalnya, hal tersebut mengganggu pelaksanaan seminar dan KKR Pemuda GIDI yang sedang berlangsung di Karubaga, untuk seminggu ini.

“Untuk itu, kami sudah keluarkan surat pemberitahuan sebelumnya dan diketahui semua pihak. Kapolres sudah Ok, Bupati, juga pihak gereja,” ucapnya kepada TabloidJubi.com pada Jumat (17/7).‎

Ia menyatakan pihaknya telah memberikan imbauan yang disepakati semua pihak sehingga pihaknya mengharapkan agar semua elemen masyarakat termasuk umat muslim dapat menaatinya.

‎“Memang hari ini adalah hari Idul Fitri, harinya mereka. Tapi, saya sebagai pimpinan (umat GIDI) di Tolikara sudah kasi surat tertulis, dalam rangka hari pemuda, tidak boleh lakukan kegiatan itu (menggunakan pengeras suara) karena ada kegiatan seminar dan KKR," ujar

Sayangnya imbauan ini diabaikan dan malah dipaksakan oleh puluhan muslim di wilayah pegunungan itu, dan ketika ditegur oleh para pemuda, hal itu malah dilindungi oleh aparat.

"Tapi sekarang polisi dan tentara main tembak anak-anak,”

Pendeta Wandikbo menyesalkan tidak ada tindakan dari aparat kepolisian.

“Tidak ada tindakan dari aparat kepolisian, padahal kesepakatan untuk tidak menggunakan pengeras suara telah dilakukan sebelum seminar pemuda itu dilakukan,” kata Pendeta Wandikbo.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyesalkan terjadinya insiden ini dan meminta masyarakat dapat menahan diri dan tidak terlibat konflik satu sama lain.

"Masyarakat seharusnya dapat mengetahui dua kepentingan yang waktunya bertepatan, semestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami, dan saling memahami," kata Kalla dalam jumpa pers di Istana Wapres, Jumat siang.

Wapres yakin bahwa kepolisian dan pemerintahan setempat dapat menyelesaikan ini dengan baik.

Kalla mengatakan, kericuhan tersebut terjadi saat dua kelompok masyarakat yang berbeda keyakinan sedang menyelenggarakan acara keagamaan.

Ia menduga ada komunikasi yang kurang baik antara dua kelompok masyarakat tersebut. Hal itu kemudian memicu terjadinya kericuhan. Selain sebuah mushala, ada beberapa kios dan rumah warga yang terbakar.

Di tempat yang sama, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengatakan bahwa kericuhan itu akibat masalah pengeras suara. Badrodin tidak menjelaskan secara rinci soal insiden tersebut. Ia memastikan dampak insiden itu tidak meluas ke daerah lain.

"Ada sedikit masalah di sana yang diakibatkan oleh masalah speaker. Tidak membesar ke mana-mana, ya. Hanya di satu titik saja," ujar Badrodin.

Badrodin juga memastikan tidak memerlukan penambahan kekuatan personel keamanan untuk mengatasi insiden tersebut. Personel dari Polda Papua sudah cukup meredam situasi.

Akibat kekerasan aparat keamanan ini, sembilan orang massa menjadi korban luka. [Jubi/Kompas]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah