-->

Pendiri Yayasan Kitong Bisa akan Bertemu dengan Presiden Barack Obama

KOTA JAYAPURA - Keinginan Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, seorang putra Serui, untuk bertemu dengan Presiden Barack Obama, tak lama lagi menjadi kenyataan. Pasalnya, Billy terpilih sebagai tokoh muda ASEAN yang akan mengunjungi Amerika Serikat mulai Oktober mendatang.

Billy Mambrasar sekarang bekerja di perusahaan Inggris British Petroleum (BP) terlibat dalam pembangunan pembangunan kilang gas alam cair (LNG) Tangguh di Papua.

Dia terpilih bersama dengan 24 pemuda lainnnya dari kawasan ASEAN dalam program bernama Young South East Asia Leaders Initiative (YSEALI). Program ini melibatkan kunjungan 6 minggu ke Amerika Serikat.

Disponsori Departemen Luar Negeri AS, peserta yang tergabung dalam Program Professional Fellowship akan bekerja di bidang yang dikuasai, selain juga bertemu dengan berbagai kalangan lain termasuk pejabat pemerintah.

Billy Mambrasar baru saja menyelesaikan pendidikan  S2 di salah satu universitas ternama di Australia, Australian National University (ANU) di Canberra, dimana dia terpilih sebagai mahasiswa terbaik untuk tahun 2015.

Billy Mambrasar mengatakan, dia sempat tidak percaya diri ketika ditawarkan oleh pihak YSEALI untuk menomimasikan dirinya sendiri guna mengikuti program tersebut.

"Ketika saya pertama kali ditawarkan oleh pihak YSEALI untuk menominasikan diri mewakili Indonesia, saya sempat tidak merasa percaya diri," ujarnya.

"Hal itu karena saya rajin mengikuti berita di: blog, twitter dan sosial media lain dari YSEALI ini, dan melihat betapa tinggi prestise dari program ini, dan apakah saya memiliki kredensial yang mereka butuhkan," katanya.

"Kredensial saya pada dasarnya tidak sehebat anak Indonesia yang terpilih pada program sebelumnya," tambah Billy.

Pokok dari program YSEALI ini adalah mengumpulkan para pemimpin muda dari negara-negara ASEAN dan memberikan penambahan keahlian kepada mereka untuk memberikan kontribusi yang lebih besar untuk perkembangan regional ASEAN ini.

Pada tahun 2013, Presiden Barrack Obama membuat program professional fellowship yang ditawarkan bagi anak muda berpotensi dari ASEAN untuk bekerja pada lembaga pemerintahan dari AS selama enam minggu. Program ditutup dengan kongres dimana para pesertanya memiliki kesempatan berinteraksi dengan Presiden Obama.

"Beberapa hari lalu, saya mendapat berita Deplu AS memberikan penghargaan kepada aktifitas yang saya lakukan selama ini, dan kemudian menawarkan sebuah posisi di program professional fellowship mereka di Washington DC bersama dua orang Indonesia yang lain, dan total 25 profesional muda dari ASEAN," katanya.

"Saya sangat senang, karena impian saya untuk setidaknya menginjakan kaki di White House menjadi kenyataan. Lebih dari itu, saya adalah fans berat Obama, dan bertemu dengan beliau adalah sebuah kesempatan dalam hidup yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi bagi saya," kata Billy lagi.

Sekembalinya Billy ke Indonesia, dia bergabung dengan perusahaan minyak asal Inggris BP.

"Kegiatan sehari-hari saya sendiri adalah sebagai seorang insinyur di BP, mengerjakan sebuah proyek migas, dimana saat ini, saya menjadi bagian dari tim yang mendesain dan akan membangun sebuah fasilitas kilang gas alam cair (LNG) di Indonesia dengan modal sebesar 12 milyar dolar AS," katanya.

Selain itu, Billy juga mendirikan sebuah yayasan bernama Kitong Bisa (www.kitongbisa.com) yang bergerak dalam bidang pendidikan, memberikan konsultasi dan pelatihan gratis kepada yayasan-yayasan dalam bidang pendidikan yang lain di Indonesia.

"Tujuan dari yayasan ini adalah memberikan awareness kepada masyarakat luas tentang ketidak merataan kualitas pendidikan di Indonesia dan mengajak mereka untuk berkontribusi untuk menutup kesenjangan tersebut," katanya.

Menurut Billy Mambrasar, ide pembuatan yayasan itu muncul dari ketika dia mulai bekerja di proyek BP di Papua.

"Di hari-hari libur saya, saya pulang ke kampung saya di Papua, dan melihat bahwa banyak anak di sekeliling saya belum memperoleh akses pendidikan yang layak, terlebih akses ke pelajaran Bahasa inggris dan matematika," katanya.

"Akhirnya bersama dengan Ayah saya, kami membuat kursus kecil-kecilan di rumah kami, yang semakin banyak di datangi anak-anak sekitar.

Berlanjut, karena jumlah murid tidak sesuai dengan kapasitas ruangan saat itu, kami kemudian mengorbankan ruang tamu dan kamar depan di rumah kami yang kami rombak habis menjadi ruangan kelas yang dipakai untuk belajar."

"Kami tidak hanya mengajar, tapi membangun mimpi anak-anak tersebut, meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan informasi kesempatan mereka boleh memperoleh pendidikan lanjutan setinggi-tingginya." katanya lagi. [AustraliaPlus]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah