-->

Perundingan RI dan PTFI Wajib Dipercepat

JAKARTA - Perundingan antara Pemerintah RI dan PT Freeport Indonesia (PTFI) perlu untuk segera dipercepat karena terdapat sejumlah dampak seperti karyawan yang berencana dirumahkan oleh perusahaan pertambangan yang beroperasi di Papua itu.

"Perundingan perlu dipercepat hingga mencapai 'win-win solution'," kata Anggota Komisi VII DPR Peggi Patrisia Pattipi di Jakarta, Rabu.

Menurut politisi yang berasal dari daerah pemilihan Papua itu, hal tersebut perlu dipercepat guna meraih hasil yang memuaskan berbagai pihak sehingga juga tidak akan merugikan pekerja.

Politisi PKB itu juga mengingatkan bahwa saat ini kondisi perekonomian di Timika saat ini tidak kondusif, terutama bila ditambah dengan adanya ancaman perumahan pegawai Freeport.

Ia mengingingkan pemerintah dalam mengambil kebijakan perlu untuk memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan seperti dalam kasus ini adalah bagaimana dengan nasib karyawan dan anggota keluarganya.

Di tempat terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumpulkan sejumlah mantan Menteri ESDM di Jakarta, Rabu, guna membahas kelanjutan usaha PT Freeport Indonesia.

Sejumlah mantan Menteri ESDM yang menyambangi Kantor Kementerian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan, antara lain Soebroto, Menteri Pertambangan dan Energi ke-7 yang menjabat 29 Maret 1978-21 Maret 1988; Kuntoro Mangkusubroto Menteri Pertambangan dan Energi yang menjabat di era kepemimpinan Presiden Soeharto pada 1998 dan Purnomo Yusgiantoro yang menjabat Menteri ESDM pada 21 Oktober 2004-20 Oktober 2009.

Kemudian, ada Darwin Zahedy Saleh yang menjabat Menteri ESDM pada 22 Oktober 2009-19 Oktober 2011 serta Chairul Tanjung yang menjadi Pelaksana Tugas Menteri ESDM pada 11 September 2014-20 Oktober 2014.

Sebelumnya, ratusan pegawai Freeport yang mengatasnamakan Gerakan Solidaritas Peduli Freeport menyampaikan tuntutan dan permintaan kepada Presiden Joko Widodo di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (7/4).

Aksi tersebut diikuti oleh karyawan lingkungan PT Freeport Indonesia, privatisasi, kontraktor, dan sub kontraktor di Timika, Jayapura dan Jakarta.

Tuntutan tersebut di antaranya, segera menyelesaikan polemik berkepanjangan bersama PT Freeport Indonesia, karena 32.000 karyawan terancam kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, sejumlah tokoh adat Papua dari Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) meminta PT Freeport Indonesia tidak merusak tanah adat Papua dan berupaya menukarnya dengan iming-iming kepemilikan saham.

"'Jangan lubangi mama kami'. Kami tidak ribut soal siapa pemilik saham. Tapi kehancuran lingkungan dan tatanan simbol budaya yang rusak harus dipulihkan demi sebuah martabat yang adil," kata Ketua Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) Odizeus Beanal melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (3/3). (antara)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah